Unsur Karbon Bukan Berasal dari Big Bang

Teori terbentuknya alam semesta yang saat ini dipercaya dan telah memiliki banyak bukti pendukung adalah teori ledakan besar (Big Bang). Namun pertanyaan besar masih muncul mengenai misteri terbentuknya kehidupan di Bumi setelah terjadinya Big Bang. Telah diketahui bahwa sebenarnya Big Bang tidak memproduksi karbon secara langsung. Lalu bagaimanakah unsur karbon terbentuk sehingga menghasilkan bentuk kehidupan berbasis karbon di Bumi? Pertanyaan itulah yang menjadi dasar riset tim peneliti dari North Carolina State University. Tim ini menggunakan simulasi superkomputer untuk mendemonstrasikan bagaimana karbon terbentuk di bintang untuk membuktikan sebuah teori lama. Lebih dari 50 tahun yang lalu, seorang astronom bernama Fred Hoyle berhipotesis bahwa isotop karbon-12 (C-12) dapat terbentuk dari tiga atom helium-4 (He-4) atau partikel alfa yang bergabung di dalam inti bintang. Namun, ketiga partikel alfa itu sulit untuk berkombinasi membentuk karbon. Sehingga dari hipotesisnya tersebut, Hoyle beranggapan bahwa terbentuk isotop karbon-12 dengan keadaan energi yang berbeda sehingga memungkinkan terbentuknya karbon di dalam inti bintang. Keadaan baru ini disebut sebagai “keadaan Hoyle”. Eksperimen terakhir menunjukkan bahwa teori tersebut benar namun simulasi pembentukan karbon dari partikel alfa masih belum berhasil. Fisikawan NCSU, Dean Lee bersama koleganya dari Jerman Evgeny Epelbaum, Hermann Krebs, dan Ulf-G. Meissner telah mengembangkan suatu metode baru yang menjelaskan seluruh cara yang mungkin agar proton dan neutron dapat berikatan satu sama lain di dalam inti. Metode ini disebut sebagai “teori medan efektif” yang diformulasi dari kisi bilangan kompleks. Bilangan kompleks merupakan bilangan yang terdiri atas bilangan real dan imajiner. Bentuk umum persamaan bilangan kompleks mengandung unit imajiner (i) yaitu akar kuadrat –1. Persamaan yang menggunakan bilangan kompleks tidak dapat menghasilkan solusi apabila hanya digunakan bilangan real saja atau bilangan imajiner saja. Persamaan matematis yang mengandung bilangan kompleks biasanya digambarkan dalam diagram Argand. Diagram ini memuat sumbu-x sebagai bilangan real dan sumbu-y sebagai bilangan imajiner, serta daerah di antaranya disebut bidang kompleks. Dengan pemodelan yang menggunakan analisis kompleks ini, peneliti dapat mensimulasikan interaksi antar partikel. Ketika peneliti menempatkan 6 proton dan 6 neutron pada kisi kubus dalam simulasi superkomputer tersebut, isotop karbon-12 dalam keadaan Hoyle terbentuk. Melalui hasil tersebut disimpulkan bahwa simulasi ini valid dan terbukti dapat menjelaskan pembentukan karbon. Dengan menggunakan simulasi superkomputer berbasis bilangan kompleks ini, persamaan yang menggambarkan keadaan Hoyle pada pembentukan karbon-12 di dalam inti bintang dapat dicari. Selain itu, simulasi ini juga dapat menjelaskan bagaimana unsur karbon terbentuk dan kehidupan berbasis karbon di Bumi berawal.

Menuai Bahan Bakar Alternatif dari Sampah Kebun

Tidak dapat dipungkiri bahwa hingga saat ini, bahan bakar fosil merupakan bahan bakar yang paling luas dan paling sering digunakan oleh seluruh manusia di dunia ini. Penggunaan jenis bahan bakar ini semakin lama semakin tinggi, seiring dengan meningkatnya aktivitas dan jumlah penduduk bumi ini. Kenyataan itulah yang membuat dunia sekarang berada pada dua ancaman sekaligus: pemanasan global yang terus meningkat sekaligus kelangkaan sumber energi masa depan akibat berkurangnya bahan bakar fosil. Beberapa solusi pun mulai ditawarkan oleh para ilmuwan. Salah satu yang paling efektif dan ramai diperbincangkan adalah penggunaan bahan bakar alternatif. Bahan bakar alternatif yang ramai diteliti para ilmuwan saat ini biasanya berasal dari sumber yang terbarukan atau tidak dapat habis seperti cahaya matahari, air, angin, panas bumi, dan biomassa. Hingga saat ini umumnya penelitian mengenai pemanfaatan terhadap sumber energi terbarukan tersebut cukup banyak, namun belum seluruhnya efektif dan efisien. Suatu terobosan ilmiah terbaru berhasil ditemukan sebuah tim riset yang terdiri atas para insinyur teknik kimia dari University of Massachusetts Amherst berhasil mengembangkan suatu mesin yang dapat memproduksi berbagai macam senyawa hidrokarbon dengan bahan baku minyak pirolisis sampah kebun atau sejenisnya. Ya, sampah kebun seperti kayu, ranting, cabang, kulit pohon, rumput-rumput, dedaunan, dan bagian tumbuhan lainnya merupakan sumber alami biomassa yang mengandung banyak selulosa dan minyak bio. Suatu proses pirolisis terhadap biomassa seperti ini dapat mengekstrak minyak bio yang terkandung di dalamnya untuk selanjutnya dapat diolah kembali menjadi berbagai senyawa hidrokarbon. Pirolisis merupakan dekomposisi termal bahan-bahan organik tanpa keberadaan oksigen, sehingga bahan organik yang terkandung di dalamnya tidak teroksidasi. Tim peneliti tersebut telah berhasil membuat mesin yang dapat memproduksi berbagai senyawa hidrokarbon secara lebih efektif dan efisien dari minyak bio hasil pirolisis karena dapat menhasilkan rendemen produk yang lebih tinggi. Senyawa yang dihasilkan antara lain benzena, toluena, xilena, berbagai senyawa olefin (alkena), dan senyawa alkohol (seperti metanol dan etanol). Senyawa-senyawa hidrokarbon tersebut dapat digunakan sebagai bahan baku kimia maupun sebagai sumber energi alternatif. Tim ini memperkirakan jika seluruh industri kimia di dunia dapat menggunakan senyawa biopirolisis yang dihasilkan mesin ini daripada menggunakan bahan bakar fosil akan terjadi penghematan hingga USD 400 milyar setiap tahunnya. Suatu jumlah yang sangat besar. Hasil penelitian ini tentu dapat memberi nilai tambah terhadap sampah-sampah organik yang ada di kebun pekarangan rumah kita ataupun di lingkungan lain yang serupa. Selain dapat diubah menjadi pupuk kompos, sampah tersebut juga dapat menghasilkan berbagai senyawa kimia yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku produk kimia maupun sumber energi alternatif.

Dunia Tak Lagi Butuh Energi Fosil

Sekiranya hal itulah yang dapat dikatakan dari hasil studi terbaru yang dirilis oleh tim riset yang dipimpin oleh Mark Z. Jacobson dari Stanford University. Hal tersebut dapat dicapai dengan mengkonversi seluruh jenis penggunaan bahan bakar fosil dengan sumber energi terbarukan dan bersih, dengan begitu dunia dapat meninggalkan bahan bakar fosil. “Berdasarkan penemuan kami, sebenarnya tidak ada kendala dari segi ekonomi dan teknologi,” kata Jacobson, yang merupakan professor teknik sipil di institusi tersebut. “yang menjadi pertanyaan adalah dari segi aspek sosial dan politik.” Ia dan Mark Delucchi dari University of California-Davis telah menulis dua bagian makalah yang dipublikasikan pada Energy Policy, dimana mereka menilai harga, teknologi, dan materi yang dibutuhkan untuk mengubah dunia berdasarkan rancangan yang mereka buat. Dunia yang mereka impikan akan sangat bergantung kepada listrik. Rancangan mereka membutuhkan energi angin, air dan cahaya matahari sebagai sumber energi, dengan energi angin dan matahari berkontribusi sekitar 90% dari total energi yang dibutuhkan dunia. Energi geotermal dan hidroelektrik (energi listrik yang berasal dari energi potensial air) masing-masing menyumbangkan 4% dari total energi yang dibutuhkan, dan 2% sisanya akan berasal dari energi ombak dan gelombang pasang-surut. Kendaraan, kapal, dan kereta akan ditenagai oleh listrik dan sel bahan bakar hidrogen. Pesawat terbang dapat menggunakan bahan bakar hidrogen cair. Rumah-rumah dapat menggunakan pendingin atau pemanas ruangan bertenaga listrik, tidak lagi gas alam atau batubara. Proses komersial dan indutri dapat menggunakan hidrogen atau listrik. Hidrogen dapat dihasilkan dari elektrolisis air. Maka dari itu, energi angin, air, dan matahari akan mendominasi energi dunia. Salah satu keuntungan yang dapat diperoleh dari rancangan yg dibuat Jacobson dan Delucchi ini adalah reduksi kebutuhan energi dunia hingga 30% dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil. Listrik dan penggunaan sel bahan bakar hidrogen jauh lebih efektif dan efisien dibandingkan pembakaran bahan bakar fosil. Kendala yang paling nyata untuk mewujudkan rancangan ini adalah material yang dibutuhkan untuk membangun instalasi panel surya dan turbin angin. Diperlukan berbagai jenis logam dalam jumlah yang cukup besar, seperti besi, nikel, tembaga, aluminium, kromium dan bahkan logam langka seperti platina. Selain itu dalam mewujudkan infrastruktur generator angin yang ideal dibutuhkan lahan yang luas untuk menyediakan jarak agar tidak terjadi interferensi dan turbulensi angin yang digunakan. “Tetapi rancangan ini sangat mungkin untuk dilaksanakan, bahkan tanpa perlu menggunakan teknologi terbaru. Kita sangat membutuhkan keputusan kolektif tentang bagaimana masa depan dunia yang kita inginkan sebagai masyarakat dunia,” kata Jacobson. Bagaimanapun rancangan ini sangatlah revolusioner dan merupakan solusi yang baik dalam berbagai permasalahan energi dunia.

Evolusi Mikroorganisme di Laut Mati

Mikrobiologis dari Institute of Biology II University of Freiburg telah menemukan suatu jalur metabolisme sentral dari mikroorganisme yang sebelumnya tidak diketahui. Mikroorganisme ekstremofil (extremophile) atau mikroorganisme yang biasa hidup di tempat-tempat ekstrem ini menggunakan jalur metabolisme ini untuk dapat bertahan hidup di tempat-tempat ekstrem seperti halnya Laut Mati yang salinitasnya sangat tinggi. Bertentangan dengan anggapan yang popoler di masyarakat, Laut Mati tidaklah mati. Laut Mati yang berada di antara Yordania dan Israel ini berisi berbagai macam populasi mikroorganisme. Kebanyakan mikroorganisme ini termasuk dalam kelompok archaea yang toleran terhadap kadar garam tinggi. Archaea merupakan salah satu bentuk kehidupan yang paling awal terbentuk di muka bumi dan mampu bertahan hidup pada kondisi ekstrem. Tim riset di Freiburg yang dikepalai oleh Dr. Ivan Berg telah mempelajari proses metabolisme mikroorganisme ini yang sebelumnya selalu dihindari oleh ahli biologi evolusi. Ilmuwan telah lama mengetahui bahwa archaea yang toleran terhadap salinitas tinggi menggunakan berbagai macam senyawa organik sebagai sumber nutrisi mereka yang kemudian digunakan untuk mensintesis pelindung dinding sel dan vitamin yang teraktivasi asam asetat (asetil koenzim A). dengan menggunakan mikroorganisme Haloarcula marismortui sebagai model, Dr. Ivan Berg bersama koleganya di Freiburg Dr. Maria Khomyakova, Özlem Bükmez, Lorenz Thomas, dan Dr. Tobias Erb telah berhasil menguraikan secara detil jalur metabolisme mikroorganisme tersebut. Kabar terbaru dari jurnal Science, para peneliti menjelaskan bagaimana mereka dapat mengetahui keseluruhan siklus reaksi, termasuk seluruh intermediet yang terbentuk, dengan berbagai bantuan metode biokimia dan mikrobiologi. Tim ini memberi nama jalur metabolisme lengkap ini sebagai “siklus metilaspartat” setelah mengkarakterisasi zat antara yang penting dalam siklus tersebut. Grup riset Freiburg ini belum mengetahui awal terjadinya jalur metabolisme seperti ini dan diperkirakan merupakan salah satu bentuk evolusi dari pendahulunya yang harus menemukan jalur metabolisme tersendiri demi beradaptasi dengan habitatnya yang berkadar garam sangat tinggi. Para peneliti ini juga terkejut saat menemukan bahwa gen leluhur archaea yang mengandung informasi jalur metabolisme ini didapat dari mikroorganisme lain. Fenomena transfer gen antar-organisme ini sekarang biasa dikenal sebagai “transfer gen bercabang”. Bagaimanapun, ilmuwan belum mengobservasi gen terdahulu yang mengandung informasi siklus metilaspartat dan digolongkan sebagai jalur metabolisme yang benar-benar baru. Kemungkinan, rekombinasi gen lelulur archaea mengarah kepada jalur metabolisme ini. Para peneliti menyatakan bahwa lebih sulit untuk menemukan sebuah gen baru dibandingkan dengan mengkombinasikan gen-gen yang sudah ada.

Tembakau Untuk Penderita Diabetes

Bidang pertanian saat ini menghasilkan perkembangan bioteknologi molekular yang pesat, yang dapat menawarkan cara yang lebih murah daripada pembuatan vaksin dan obat tradisional melalui pabrik. Para ilmuwan telah menemukan tembakau yang menyehatkan setelah memodifikasi faktor genetiknya. Tembakau ini dapat digunakan untuk mengobati diabetes tipe 1. Peneliti Eropa mengatakan telah menghasilkan tembakau yang mengandung senyawa anti-inflamasi (anti-peradangan) yang disebut interleukin-10 (IL-10) yang dapat membantu pasien diabetes tipe 1 yang masih menggantungkan insulin. Sejumlah perusahaan kimia pertanian, termasuk Bayer dan Syngenta, telah mencari cara untuk membuat kompleks protein dalam tanaman obat-obatan, meskipun membutuhkan proses yang lambat. Pada saat ini, kebanyakan obat-obatan dan vaksin diproduksi melalui kultur sel dan kultur jaringan. Namun, Mario Pezzotti dari Universitas Verona, yang memimpin studi tentang tembakau yang diterbitkan dalam jurnal BMC Biotechnology, percaya bahwa tembakau tumbuh lebih efisien semenjak tanaman dunia memiliki biaya rendah untuk menghasilkan protein obat. Berbagai jenis tanaman telah dipelajari oleh sejumlah ilmuwan di seluruh dunia, tetapi tembakau merupakan tanaman yang paling digemari dalam hal riset. “Tembakau adalah tanaman yang fantastis karena mudah mentransformasi genetik dan dengan mudah dapat mempelajari seluruh tanaman dari satu sel,” ungkap Pezzotti. Kelompoknya bekerja dan menaruh minat terhadap tembakau raksasa, yaitu Philip Morris, yang mendukung konferensi tanaman berbasis obat di Verona pada bulan Juni. Pezzotti dan koleganya – yang menerima dana untuk penelitiannya dari Uni Eropa – sekarang berencana untuk megujicobakan tanaman tersebut ke tikus yang memiliki penyakit autoimmune untuk mengetahui responnya. Selanjutnya, mereka ingin menguji apakah pengulangan dosis kecil dapat membantu mencegah penyakit kencing manis pada orang, ketika diberikan bersamaan dengan senyawa lain yaitu glutamic acid decarboxylase (GAD65), yang juga telah diproduksi di tanaman tembakau. Diamyd, perusahaan bioteknologi di Swedia sudah menguji secara konvensional vaksin GAD65 terhadap penderita diabetes dalam masa uji coba klinis. Bidang pertanian molekuler belum menghasilkan produk komersial pertama, walaupun Israel Protalix BioTherapeutics telah melakukan uji klinis lanjutan pada enzim untuk pengobatan penyakit Gaucher yang dihasilkan melalui kultur sel wortel. Protalix rencana untuk mengirimkan obatnya untuk persetujuan dari Amerika Serikat dan Israel.

Jumat, 04 November 2011

Latihan Metoda dasar aproksimasi


Ditulis oleh Ramadhan wahyu
  1. Berdasarkan pada prinsip variasi, buktikan bahwa energi hingga orde pertama (E1) dari sebuah gangguan adalah lebih tinggi dari energi tingkat dasar sebenarnya, EG.
  2. Untuk sebuah sistem dengan 2 tingkat, buktikan bahwa tingat energi yang lebih tinggi akan meningkat dan tingkat energi yang lebih rendah akan menurun, dengan memperhitungkan koreksi energi pada gangguan orde kedua.
  3. Terapkan metoda variasi Ritz untuk Φ = c1φ1 + c2φ2, dapatkan solusi pendekatan untuk energi dan fungsi gelombang dengan menggunakan H11 = H22 = -6 eV, H12 = H21 = -3 eV, S11 = S22 =1, S12 = S21 = 0.

Metoda SCF


Ditulis oleh Ramadhan wahyu
Sebagaimana telah dipelajari dalam bagian 2.4, fungsi gelombang untuk sistem dengan elektron banyak dapat dibangun dengan fungsi orbital. Masalahnya adalah bagaimana menentukan fungsi orbital untuk sistem elektron banyak. Dalam bagian ini, kita akan mempelajari sebuah pendekatan fundamental untuk mendapatkan fungsi-fungsi orbital yang berdasarkan pada metoda variasi.
Operator Hamiltonian untuk sebuah sistem dengan n buah elektron diberikan oleh ekspresi berikut.
(3.33)
Di sini, (i) dan (i,j) masing-masing adalah operator untuk satu dan dua elektron. Indeks i dan j berkaitan dengan masing-masing elektron. Sebuah perbandingan dari persamaan ini dengan rumus (2.31) untuk sistem elektron banyak dalam bagian 2.3 akan memberikan ekspresi berikut untuk operator di atas.
(3.34)
(3.35)
Fungsi orbital yang ortonormal yang mengandung spin {ψi} dapat ditentukan dari persamaan simultan yang diturunkan dari persyaratan minimalisasi untuk nilai ekspektasi dari dengan sebuah fungsi gelombang determinan Ψ = |ψ1ψ2…ψn| yang terdiri dari fungsi-fungsi orbital.
(3.36)
Penjumlahan harus dilakukan dari 1 hingga n kecuali untuk k = i. Persamaan (3.36) disebut sebagai persamaan Hatree-Fock dan solusi dari persamaan ini akan menghasilkan fungsi orbitral {ψi} dan energi orbital {εi}.
Pendekatan yang lebih canggih diperlukan untuk memecahkan persamaan (3.36). Pertama, kita akan mengambil asumsi bahwa sebuah himpunan dari solusi-solusi pendekatan (pendekatan ke-0) untuk {ψi} telah diberikan atau diperoleh. Penggantian ψi ke dalam sisi kiri pada persamaaan (3.36) dengan aproksimasi ke-0 akan menuju pada sebuah persamaan yang sederhana dan dipecahkan sebagai berikut.
(3.37)
Meskipun solusi pendekatan dari {ψi} termasuk di dalam operator , akan tetapi {ψi} akan ditentukan kemudian. Ini kemudian akan memberikan kondisi bahwa persamaan (3.37) dapat dipecahkan sebagai sebuah persamaan nilai eigen yang biasa. Meskipun juga solusi pertama yang diperoleh untuk {ψi} dan {εi} , adalah solusi pendekatan, mereka diharapkan jauh lebih baik dari tebakan pertama. Berikutnya kita akan memperkirakan operator dengan solusi pertama dan kemudian kita akan memecahkan persamaan (3.37) lagi untuk memperoleh solusi kedua. Dalam prosedur seperti itu kita dapat meningkatkan solusi dengan proses iteratif hingga perbedaan antara hasil dan asumsi-asumsi menjadi sangat kecil. Ini disebut sebagai konsisten diri (self consistent) ketika ψ yang diasumsikan sebagai sebuah pendekatan konsisten dengan ψ yang diperoleh sebagai sebuah solusi. Dalam solusi yang konvergen, interaksi antar elektron dimasukkan dalam merupakan medan yang konsisten diri. Prosedur untuk mendapatkan solusi dengan cara yang iteratif disebut sebagai metoda SCF dan solusinya disebut sebagai solusi SCF. Fungsi orbital yang ditentukan oleh metoda SCF disebut sebagai orbital SCF.
Pembentukan fungsi gelombang determinan dengan orbital SCF yang berenergi rendah, diikuti dengan perhitungan nilai ekspektasi dari operator Hamiltonian persamaan (3.33) akan menghasilkan sebuah pendekatan dari nilai energi keadaan dasar yang disebut sebagai energi SCF. Energi SCF, ESCF dinyatakan dalam suku-suku dari beberapa integral oleh persamaan berikut.
(3.38)
Penjumlahan harus dilakukan terhadap seluruh orbital yang terisi. Integrasi untuk orbital SCF dengan memasukkan spin didefinisikan sebagai berikut.
Energi SCF dinyatakan dalam suku-suku dari masing-masing energi orbital {εi} sebagai berikut.
(3.39)
Ini memberikan indikasi bahwa energi SCF tidak sama dengan penjumlahan dari energi orbital. Suku tambahan identik dengan suku kedua pada persamaan (3.38) kecuali untuk suku dengan tanda yang berlawanan. Suku ini ada disebabkan oleh interaksi antar elektron. Penjumlahan energi orbital mengandung duplikasi atas kontribusi dari interaksi antar elektron, karena sebuah interaksi antar sebuah pasangan dua buah elektron akan muncul baik dalam energi orbital dari pasangan elektron tersebut masing-masing. Ini akan menyebabkan bahwa dalam persamaan (3.39) interaksi antar elektron akan dikalikan dengan -1 dan ditambahkan pada penjumlahan energi orbital. Jika interaksi antar elektron dapat diabaikan, energi total akan menjadi penjumlahan dari masing-masing energi orbital dan situasinya akan sama dengan model partikel independen sebagaimana telah dipelajari pada bagian 2.3.
Sebagai perbandingan antara energi SCF dan energi keadaan dasar, EGM tanpa memperhatikan efek relativistik seperti pada kopling spin-orbit akan menghasilkan ketidaksamaan berikut.
EG ≤ ESCF
Ketidaksamaan ini hanya untuk sistem dengan satu elektron seperti pada atom hidrogenik. Ketidaksamaan ini tidak akan berlaku untuk sistem dengan elektron banyak. Perbedaan antara ESCF – EG = ECORR untuk sistem elektron banyak adalah selalu positif. Besaran dari ECORR disebut sebagai energi korelasi dari elektron. Perbedaan yang demikian itu disebabkan oleh penyusunan dari fungsi gelombang elektron banyak dari orbital untuk gerakan elektron independen yang meniadakan efek korelasi elektron. Metoda variasi sebagaimana juga metoda gangguan dapat digunakan untuk meninjau efek korelasi elektron (lihat bagian 4.3). Sebagai kesimpulan dalam bab ini, gambaran karakteristik untuk metoda gangguan dan metoda variasi diberikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Gambaran karakteristik untuk metoda gangguan dan metoda variasi

Metoda SCF


Ditulis oleh Ramadhan wahyu
Sebagaimana telah dipelajari dalam bagian 2.4, fungsi gelombang untuk sistem dengan elektron banyak dapat dibangun dengan fungsi orbital. Masalahnya adalah bagaimana menentukan fungsi orbital untuk sistem elektron banyak. Dalam bagian ini, kita akan mempelajari sebuah pendekatan fundamental untuk mendapatkan fungsi-fungsi orbital yang berdasarkan pada metoda variasi.
Operator Hamiltonian untuk sebuah sistem dengan n buah elektron diberikan oleh ekspresi berikut.
(3.33)
Di sini, (i) dan (i,j) masing-masing adalah operator untuk satu dan dua elektron. Indeks i dan j berkaitan dengan masing-masing elektron. Sebuah perbandingan dari persamaan ini dengan rumus (2.31) untuk sistem elektron banyak dalam bagian 2.3 akan memberikan ekspresi berikut untuk operator di atas.
(3.34)
(3.35)
Fungsi orbital yang ortonormal yang mengandung spin {ψi} dapat ditentukan dari persamaan simultan yang diturunkan dari persyaratan minimalisasi untuk nilai ekspektasi dari dengan sebuah fungsi gelombang determinan Ψ = |ψ1ψ2…ψn| yang terdiri dari fungsi-fungsi orbital.
(3.36)
Penjumlahan harus dilakukan dari 1 hingga n kecuali untuk k = i. Persamaan (3.36) disebut sebagai persamaan Hatree-Fock dan solusi dari persamaan ini akan menghasilkan fungsi orbitral {ψi} dan energi orbital {εi}.
Pendekatan yang lebih canggih diperlukan untuk memecahkan persamaan (3.36). Pertama, kita akan mengambil asumsi bahwa sebuah himpunan dari solusi-solusi pendekatan (pendekatan ke-0) untuk {ψi} telah diberikan atau diperoleh. Penggantian ψi ke dalam sisi kiri pada persamaaan (3.36) dengan aproksimasi ke-0 akan menuju pada sebuah persamaan yang sederhana dan dipecahkan sebagai berikut.
(3.37)
Meskipun solusi pendekatan dari {ψi} termasuk di dalam operator , akan tetapi {ψi} akan ditentukan kemudian. Ini kemudian akan memberikan kondisi bahwa persamaan (3.37) dapat dipecahkan sebagai sebuah persamaan nilai eigen yang biasa. Meskipun juga solusi pertama yang diperoleh untuk {ψi} dan {εi} , adalah solusi pendekatan, mereka diharapkan jauh lebih baik dari tebakan pertama. Berikutnya kita akan memperkirakan operator dengan solusi pertama dan kemudian kita akan memecahkan persamaan (3.37) lagi untuk memperoleh solusi kedua. Dalam prosedur seperti itu kita dapat meningkatkan solusi dengan proses iteratif hingga perbedaan antara hasil dan asumsi-asumsi menjadi sangat kecil. Ini disebut sebagai konsisten diri (self consistent) ketika ψ yang diasumsikan sebagai sebuah pendekatan konsisten dengan ψ yang diperoleh sebagai sebuah solusi. Dalam solusi yang konvergen, interaksi antar elektron dimasukkan dalam merupakan medan yang konsisten diri. Prosedur untuk mendapatkan solusi dengan cara yang iteratif disebut sebagai metoda SCF dan solusinya disebut sebagai solusi SCF. Fungsi orbital yang ditentukan oleh metoda SCF disebut sebagai orbital SCF.
Pembentukan fungsi gelombang determinan dengan orbital SCF yang berenergi rendah, diikuti dengan perhitungan nilai ekspektasi dari operator Hamiltonian persamaan (3.33) akan menghasilkan sebuah pendekatan dari nilai energi keadaan dasar yang disebut sebagai energi SCF. Energi SCF, ESCF dinyatakan dalam suku-suku dari beberapa integral oleh persamaan berikut.
(3.38)
Penjumlahan harus dilakukan terhadap seluruh orbital yang terisi. Integrasi untuk orbital SCF dengan memasukkan spin didefinisikan sebagai berikut.
Energi SCF dinyatakan dalam suku-suku dari masing-masing energi orbital {εi} sebagai berikut.
(3.39)
Ini memberikan indikasi bahwa energi SCF tidak sama dengan penjumlahan dari energi orbital. Suku tambahan identik dengan suku kedua pada persamaan (3.38) kecuali untuk suku dengan tanda yang berlawanan. Suku ini ada disebabkan oleh interaksi antar elektron. Penjumlahan energi orbital mengandung duplikasi atas kontribusi dari interaksi antar elektron, karena sebuah interaksi antar sebuah pasangan dua buah elektron akan muncul baik dalam energi orbital dari pasangan elektron tersebut masing-masing. Ini akan menyebabkan bahwa dalam persamaan (3.39) interaksi antar elektron akan dikalikan dengan -1 dan ditambahkan pada penjumlahan energi orbital. Jika interaksi antar elektron dapat diabaikan, energi total akan menjadi penjumlahan dari masing-masing energi orbital dan situasinya akan sama dengan model partikel independen sebagaimana telah dipelajari pada bagian 2.3.
Sebagai perbandingan antara energi SCF dan energi keadaan dasar, EGM tanpa memperhatikan efek relativistik seperti pada kopling spin-orbit akan menghasilkan ketidaksamaan berikut.
EG ≤ ESCF
Ketidaksamaan ini hanya untuk sistem dengan satu elektron seperti pada atom hidrogenik. Ketidaksamaan ini tidak akan berlaku untuk sistem dengan elektron banyak. Perbedaan antara ESCF – EG = ECORR untuk sistem elektron banyak adalah selalu positif. Besaran dari ECORR disebut sebagai energi korelasi dari elektron. Perbedaan yang demikian itu disebabkan oleh penyusunan dari fungsi gelombang elektron banyak dari orbital untuk gerakan elektron independen yang meniadakan efek korelasi elektron. Metoda variasi sebagaimana juga metoda gangguan dapat digunakan untuk meninjau efek korelasi elektron (lihat bagian 4.3). Sebagai kesimpulan dalam bab ini, gambaran karakteristik untuk metoda gangguan dan metoda variasi diberikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Gambaran karakteristik untuk metoda gangguan dan metoda variasi

Latihan Sub-bab Atom


Ditulis oleh Ramadhan wahyu
  1. Hitunglah energi sebuah foton yang dipancarkan dalam sebuah transisi elektron dalam ion helium monopositif dari sebuah keadaan tereksitasi dengan bilangan kuantum utama n = 2 ke keadaan dasar n = 1.
  2. Tunjukkan bahwa sebuah rotasi yang berlawanan dengan arah jarum jam dari orbital dy2 − z2 sebesar 45 derajat dalam bidang x-y akan membentuk orbital dxy. Buktikan bahwa orbital dz2 adalah terdiri dari kombinasi linier dari orbital dy2 − z2 dan dz2 − x2, yang mana ekivalen dengan orbital dx2 − y2
  3. Hitunglah jarak di mana fungsi distribusi radial untuk orbital 1s dan 2p dari sebuah atom hidrogen maksimum dan bandingkan dengan radius Bohr.
  4. Bangun fungsi gelombang dengan sebuah determinan Slater untuk sebuah konfigurasi elektron dari He di mana sebuah elektron menempati orbital 1s dengan spin α dan elektron yang lainnya menempati orbital 2s dengan spin α . Tunjukkan bahwa untuk fungsi gelombang ini probabilitas untuk menemukan dua elektron pada koordinat spasial yang identik akan sama dengan nol (probabilitas untuk menemukan elektron-elektron yang menempati orbital spasial yang berbeda dengan spin yang sama pada tempat yang sama adalah nol)
  5. Bangunlah konfigurasi elektron untuk sebuah ion I.
  6. Grup yang mana dalam tabel periodik yang memberikan nilai maksimum untuk energi (energi ionisasi kedua) yang diperlukan untuk menghasilkan ion dipositif dari ion monopositif, ketika energi-energi tersebut dibandingkan dengan sebagai fungsi dari bilangan atom? Grup mana yang akan memberikan nilai minimum? Jawablah pertanyaan ini dengan meninjau muatan inti efektif dalam daerah bilangan atomik dari 2 hingga 18.
  7. Tentukan semua fungsi gelombang untuk keadaan tereksitasi untuk keadaan tereksitasi dari He dimana satu elektron 1s dieksitasi ke orbital 2p. Tentukan term simbolnya.

Ion molekul hidrogen dan molekul hidrogen


Ditulis oleh Ramadhan wahyu

a. Ion molekul hidrogen

Ion molekul hidrogen terdiri dari atas dua proton dan satu elektron. Di Gambar 5.1 RA; RB, dan r menyatakan posisi dua proton A, B, dan elektronnya. Dengan menetapkan posisi proton pada jarak R, kita dapat mendeskripsikan gerakan elektronnya dengan menggunakan operator Hamiltonian berikut:
(5.1)
rA dan rB menyatakan jarak antara elektron dan A ddan. Fungsi gelombang yang merepresentasikan gerakan elektron adalah fungsi posisi elektron r, dan fungsi ini berubah seiring dengan perubahan jarak antar proton R.
(5.2)
Gambar 5.1 Ion molekul hidrogen H2+.
Karena ψ merepresentasikan perilaku elektronnya, fungsi gelombang elektron ion molekul hidrogen, fungsi gelombangnya dapat diungkapkan sebagai superposisi gelombang elektron yang bergerak mengitari masing-masing proton secara terpisah. Jadi, ion molekul hidrogen dapat diuraikan sebagai kombinasi linear orbital atom xA dan xB untuk atom hidrogen.
(5.3)
CA; CB adalah koefisien yang menyatakan bobot superposisi xA dan xB. Sebagai xA dan xB digunakan fungsi orbital valensi 1s atom hidrogen, φ1s.
(5.4)
Untuk xA dan xB, jarak antara elektron rA, rB dan proton yang terkaitnya A, B harus digunakan sebagai variabel 1s.
(5.5)
Kini, anggap nilai ekspektasi u dari operator ?? yang bekerja pada ψ pada persamaan (5.2).
(5.6)
Sebagai ganti integral-integral berikut termasuk fungsi orbital atom xA dan xB, simbol α, β dan S digunakan dalam persamaan di atas.
(5.7)
(5.8)
Dalam persamaan di atas, i dan j merujuk pada proton A dan B, tetapi untuk α misalnya tidak perlu diberikan spesifikasi khusus kation A dan B, karena kedua proton adalah partikel yang sama.
Di antara integral dalam persamaan (5.7) dan (5.8), nilai terintegrasi bergantung pada jarak R antar proton, kecuali integral untuk kondisi normalisasi fungsi 1s. α, β dan S adalah integral yang mengandung fungsi eksponensial, yang dapat dihitung berdasarkan pengetahuan matematik tingkat pertama. Walaupun detailnya tidak akan diberikan di sini, fitur kualitatif integralnya dirangkumkan di bawah ini:
Integral tumpang tindih S memenuhi ketidaksamaan berikut.
(5.9)
Sebagai diperlihatkan di Gambar 5.2, S →1 dalam limit R → 0, dan S→ 0 dalam limit R → ∞. α dan β mendekati +1 dalam limit R → 0. Walaupun energi potensial akibat gaya tarik-menarik antara elektron dan proton menjad hanya dua kali dari dalam atom hidrogen di limit R → 0, energi potensial tolakan dua proton yang berkaitan dengan suku terakhir di persamaan (5.1) menjadi tak hingga ketika R→0. Nilai α untuk R→∞ cocok dengan energi orbit al 1s atom hidrogen, karena interaksinya dengan proton lain dapat diabaikan. Nilai β untuk R→∞ menghasilkan β→0, sebaba paling tidak fungsi orbital menjadi nol tidak peduli letak elektronnya. Gambar 5.2 juga menunjukkan kebergantungan R pada ua, ub.
Untuk mendapatkan penyelesaian nontrivial untuk persamaan simultan (5.6) selain CA =CB = 0, persamaan sekuler berikut harus dipenuhi.
(5.10)
Gambar 5.2 Kebergantungan α, β, dan S pada R.
Kita uraikan persamaan ini untuk mendapatkan
Persamaan ini adalah persamaan kuadrat u, dengan dua solusi ua, ub (untuk mudahnya anggap ua > ub) diberikan sebagai berikut.
(5.11)
Dua solusi ini adalah tingkat energi H2+ kira-kira. ua dan ub berturut-turut adalah keadaan dasar dan tereksitasi. Gambar 5.3 menunjukkan variasi ua dan ub sebagai fungsi jarak antar inti R.
Kurva untuk ub memiliki minimum pada jarak antar inti Re = 1,32 Å dan energi ikatan De = 1,77 eV, yang berarti dihasilkannya ikatan stabil. Nilai hasil percobaan adalah Re = 1,06 Å dan energi ikatan De = 2,78 eV. Hasil ini tidak terlalu buruk, karena batasan fungsi gelombang dalam bentuk persamaan (5.2) merupakan pendekatan yang sangat kasar. Merupakan hal yang signifikan bahwa paparan ringkas ikatan kimia dengan Re sekitar 1 Å dan energi ikatan De beberapa eV dihasilkan. Kurva ua menurun dengan meningkatnya R, yang menghasilkan tolakan antara inti yang akan berujung pada disosiasi.
Fungsi gelombang ψa, ψa yang berkaitan dengan keadaan yang berkaitan didapatkan dengan menggunakan hubungan untuk CA dan CB, yang diturunkan dengan memasukkan ua, ub ke dalam persamaan (5.6). Kondisi normalisasi berikut harus digunakan.
(5.12)
Dengan memasukkan ua ke dalam persamaan 5.6, dihasilkan
Gambar 5.3 Energi potensial H2+.
Persamaan ini menghasilkan CA = CB, dan dengan menggunakan kondisi normalisasi kita mendapatkan ψa:
(5.13)
Kemudian kita menggunakan ub mirip dengan di atas, dan menghasilkan:
(5.14)
Kini, perhatikan makna fisik fungsi-fungsi gelombang ψa dan ψb ini. Sebagaimana dapat dilihat dari persamaan (5.2), adalah gelombang elektron baru yang dihasilkan dengan interferensi gelombang elektron orbital atom A dan B dengan faktor pembobot CA dan CB. Dalam ψa tanda dua komponen CAψA dan CBψB berlawanan tanda dan saling meniadakan (Gambar.5.4). Orbital semacam ini disebut dengan orbital anti ikatan. Interferensi gelombang elektron orbital-orbitak atom secara efektif terjadi di daerah antar inti yakni di daerah tumpang tindih orbital satu sama lain. Untuk ψa, kerapatan elektron dalam daerah ikatan menurun dengan menurunnya interferensi dibandingkan dengan kasus tidak ada interferensi, dan kerapatan elektron di daerah anti ikatan meningkat menghasilkan tolakan antar inti. Sebaliknya untuk ψb, kedua komponen berinterferensi konstruktif dengan tanda yang sama. Orbital semacam ini disebut dengan orbital ikatan. Untuk ψb, kerapatan elektron di daerah ikatan meningkat menghasilkan gaya ikatan antar inti (Gambar 5.4). Ikatan dalam ion molekul hidrogen diakibatkan oleh sebuah elektron yang digunakan bersama di daerah ikatan antar dua inti, dan ikatan jenis ini disebut dengan ikatan satu elektron. Walaupun penurunan yang dilakukan di sini hanya pendekatan dua temuan penting berikut didapat: (1) distribusi elektron ditentukan oleh interferensi antara gelombang elektron yang menghasilkan gaya ikatan atau anti ikatan dan (2) hanya satu elektron yang dapat menghasilkan satu ikatan.
Gambar 5.4 Interferensi gelombang elektron orbital-orbital atom..

b. Molekul hidrogen

Penjelasan pertama mekanisme ikatan kimia dalam molekul hidrogen berdasarkan mekanika kuantum diberikan oleh W. Heitler dan F. London pada tahun 1927. Berdasarkan metoda ikatan valensi yang mereka usulkan, ikatan terbentuk dengan interaksi antar atom yang mendekat satu sama lain. Metoda ini kemudian merupakan versi standar teori ikatan kimia di banyak buku teks. Lama setelah itu, di tahun 1962, J. R. Reudenberg melakukan analisis seksama energi ikatan dalam metoda ikatan valensi, dan ia menyatakan bahwa kesetimbangan antara energi kinetik dan energi potensial dalam metoda Heitler dan London, yang berkaitan dengan rasio virial yang dipelajari di bagian 4.2, ternyata tidak benar. Perkembangan komputer baru-baru ini telah meningkatkan kemungkinan penanganan dengan teori orbital molekul yang lebih menguntungkan dan dengan demikian kita tidak lagi berurusan dengan metoda ikatan valensi.
Metoda orbital molekul yang disebutkan di bagian 4.3 menghasilkan kurva energi potensial untuk molekul hidrogen sebagaimana diperlihatkan di gambar 5.5. E(H2) dan E(H) berturut-turut menyatakan energi molekul hidrogen dan atom hidrogen. R dan aB adalah jarak antar inti dan jari-jari Bohr, dan baik ordinat maupun absis dinormalkan pada satuan atomik. Bahkan dalam tingkat SCF ikatan kimia yang stabil terbentuk, dan metoda interaksi konfigurasi (CI) yang memperhatikan efek korelasi elektron akan menghasilkan hasil yang jauh lebih baik dibandingkan dengan hasil percobaan. Metoda orbital molekul dan penggunaannya untuk banyak molekul termasuk molekul hidrogen akan dibahas dengan detail di bagian selanjutnya.

Entri Populer

twitter


ShoutMix chat widget

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More