Ditulis oleh Ramadhan wahyu
Orbital molekul (MO) tersusun atas orbital atom (AO), (1) kombinasi linear fungsi, dan (2) superposisi secara fisik gelombang elektron, dan (3) campuran secara kimia penyusunnya. Penyusunan orbital molekul dari orbital atom biasanya diatur dengan interaksi antar orbital. Tumpang tindih orbital akan menyebabkan interaksi dan pencampuran orbital, yang menghasilkan pembentukan orbital baru. Di bagian ini, mekanisme yang terlibat dalam pembentukan orbital baru yang berkiatan dengan tumpang tindih orbital dibahas dengan menggunakan metoda orbital molekul Huckel.a. Tumpang tindih orbital
Dalam metoda Huckel, besarnya integral resonansi |β| sangat menentukan pada mekanisme pembentukan orbital molekul dari orbital atom melalui interferensi gelombang elektron. Alasan detailnya akan didiskusikan di bawah ini. Di sini kita akan mempelajari karakteristik intergral tumpang tindih, karena ada hubungan persamaan (5.27) yakni β sebanding dengan integral tumpang tindih S.Integral tumpang tindih bergantung pada jenis orbtal atom dan kombinasi orbital atom dan juga bergantung pada jarak antar orbital atom. Kasus khusunya diilustrasikan di Gambar 5.6.
Pada gambar ini, untuk orbital s dan p masing-masing digunakan orbital 1s dan 2p. Untuk menyatakan distribusi ruang masing-masing orbital, digunakan lingkaran untuk orbital s dan pasangan elips digunakan untuk orbital p. Tanda fungsinya diberikan dengan tanda + dan di gambar. Nilai absolut fungsi orbital atom biasanya menurun menuju nol dengan meningkatnya jarak. Namun harus dicatat bahwa distribusi elektron dengan tanda yang sama ada keluar dari lingkaran dan elips.
Gambar 5.6 (a) menunjukkan kebergantungan integral tumpang tindih pada R antara dua orbital p dengan arah paralel, yang monoton turun. Tumpang tindih seperti antara orbital p paralel ini disebut dengan orbital π, dan ikatan kimia yang berasal dari jenis tumpang tindih seperti ini disebut ikatan π. Dalam tumpang tindih jenis π, sumbu yang menghubungkan atom mengandung bidang simpul orbital atom. Dalam orbital π yang dihasilkan dari tumpang tindih jenis π, kebolehjadian menemukan elektron di bidang simpul yang mengandung sumbu ikatan bernilai nol. Gambar 5.6 (b), (c), (d) menunjukkan kebergantungan integral tumpang tindih pada R yang tidak mengandung bidang simpul di sumbu ikatan. Jenis tumpang tindih ini disebut tumpang tindih Δ, dan ikatan kimia yang dihasilkan dari ikatan jenis ini disebut dengan ikatan Δ. Walaupun integral tumpang tindih di jenis σ tidak harus monoton, tumpang tindihnya akan menjadi menurun sampai nol pada jarak R yang semakin besar seperti dalam kasus tumpang tindih jenis π. Hal ini berkaitan dengan kecenderungan umum yang berkaitan dengan peningkatan tumpang tindih antara orbital yang mendekat satu sama lain, interferensi gelombang elektron menjadi lebih signifikan.
Di Gambar 5.6 (e), (f), integral tumpang tindih ditunjukkan kombinasi orbital dengan dan tanpa bidang simpul sepanjang sumbu ikatan, berbeda denga kasus lain. Walaupun nilai absolut fungsi orbital sama pada pasangan titik yang simetrik terhadap bidang sepanjang sumbu ikatan, tandanya berlawanan untuk orbital yang sama dan sama untuk orbital yang lain. Hal ini berakibat bahwa integral tumpang tindih fungsi orbital ini selalu nol tidak peduli jarak R, sebab kontribusi bagian atas dan bagian bawah saling menghilangkan. Tumpang tindih jenis ini disebut tumpang tindih tanpa kecocokan simetri. Bila tumpang tindih saling menghapus, tanpa terjadi interferensi, dan dengan demikian tidak terbentuk ikatan.
Sebagaimana akan dibahas dengan detail di bawah ini, pembentukan ikatan kimia diatur oleh tumpang tindih orbital. Hal ini disebut dengan prinsip tumpang tindih, dan interaksi antara orbital disebut dengan interksi orbital. Nilai interaksi inter orbital bergantung pada nilai |β| atau S. Berdasarkan prinsip tumpang tindih, inetraksi orbital dilarang untuk β = 0 (S=0) dan diizinkan bila β ≠ 0 (S ≠ 0). Hubungan interaksi orbital dengan tumpang tindih antara orbital-orbital dapat dirangkumkan sebagai berikut.
[Interaksi orbital dan tumpang tindih antara orbital-orbital].
(1) Orbital-orbital yang tidak memiliki kecocokan simetri (S=0) tidak akan berinteraksi satu sama lain.(2) Orbital-orbital dengan tumpang tindih (S ne; 0) akan berinteraksi satu sama lain.
(3) Nilai interaksi orbital meningkat dengan meningkatnya tumpang tindih (|S|).
(4) Interaksi orbital menjadi kecil sehingga dapat diabaikan untuk jarak yang besar (R besar) dan menjadi besar bila tumpang tindih meningkat untuk jarak yang pendek.
Gambar 5.6 Tumpang tindih (integral tumpang tindih S) antara berbagai orbital atom.
Prinsip interaksi orbital
Marilah kita mempelajari dengan metoda Huckel sederhana mekanisme interaksi orbital antara pasangan orbital atom XA dan XB dengan energi orbital αA dan αB dan integral resonansi mutualnya β, menghasilkan orbital molekul φ = CA XA +CB XB dengan energi orbital ε. Pertama, kita mendapatkan ε dengan menyelesaikan persamaan sekuler (5.24). Dalam kasus ini, HAA = αA, HBB = αB, HAB =HBA = β, dan dengan demikian persamaan sekuler menjadiUntuk β = 0, faktorisasi dapat dengan mudah dilakukan untuk menghasilkan f(ε) = (ε – αA)( ε – αB) = 0, dan dua penyelesaiannya adalah αA dan αB, yang tidak menghasilkan dari nilai energi dan fungsi orbital awalnya. Penyelesaian sederhana ini: (εA = αA, φA=XA) dan (εB = αB, φB=XB) memenuhi persamaan 5.18,
Selanjutnya, marilah kita perhatikan variasi energi orbital untuk β ≠ 0. Untuk mudahnya kita dapat menggunakan αAM ≥ αB tanpa mengorbankan keberlakuan umumnya. Perhitungan f(αA) dan f(αB) menghasilkan persamaan
Aturan perubahan energi orbital
Untuk integral resonansi sama dengan nol (β = 0) interaksi orbital menghasilkan energi orbital baru (εa > εb) yang berbeda dari nilai energi awal; energi yang lebih tinggi (εa) lebih tinggi dari energi awalnya αA dan energi yang lebih rendah (εb) lebih rendah dari energi awalnya αB .Perubahan energi seperti ini diilustrasikan di Gambar 5.7 agar lebih mudah dilihat, A dan B pada jarak yang besar dalam keadaan awal diletakkan pada kedua ujung gambar, sementara keadaan baru untuk A dan B pada jarak pendek diberikan di tengah gambar.
Gambar 5.7 Interaksi orbital.
Jumlah enerrgi penstabilan (αB-εb) dan energi destabilisasi (αA-εa) didapatkan sama dan dinyatakan sebagai Δ.Untuk melihat apa yang menentukan besarnya stabilisasi dan destabilisasi Δ, marilah kita mempelajari nilai yang mungkin bagi Δ. Dengan mengingat perjanjian bahwa αA ≥ αB, dan mengenalkan besaran baru t (t ≥ 0) yang didefinisikan sebagai t = (αA-αB)/2|β|, dan juga mendefinisikan suatu fungsi F(t)=√(t2+1) – t, kita mendapatkan
(1) Prinsip perbedaan energi
Salah satu faktor adalah perbedaan energi antara αA dan αB. Semakin kecil perbedaan ini, semakin kecil nilai t yang menghasilkan nilai F(t) yang lebih besar dan nilai Δ yang juga lebih besar. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin kecil perbedaan energi orbital akan menghasilkan inetraksi antara orbital yang lebih besar. Sebaliknya, perbedaan energi antar orbital yang sangat besar semisal antara orbital valensi dan orbital dalam akan menghasilkan interaksi yang kecil yang dapat diabaikan. Efek oleh perbedaan energi |αA – αB| pada interaksi orbital disebut dengan prinsip perbedaan energi.(2) Prinsip tumpang tindih
Faktor lain adalah |β|. Bila nilainya besar, t menjadi kecil dan berakibat nilai F(t) akan besar. Dalam persamaan(5.34), Δ diungkapkan sebagai hasil kali F(t) dan |β|. Jadi, semakin besar |β|, semakin besar nilai Δ. Karena |β| dapat dianggap sebanding dengan |S|, semakin besar tumpang tindih antara orbitalnya, semakin besar pula interaksi antar orbitalnya. Sebaliknya semakin kecil tumpang tindih dan |β|-nya, semakin kecil interaksi orbitalnya. Efek |β| atau |S| pada besarnya interaksi orbital disebut dengan prinsip tumpang tindih.Selanjutnya, marilah kita perhatikan bentuk orbital baru yang dihasilkan oleh interaksi orbital. Dari persamaan simultan (5.23), persamaan berikut didapatkan untuk CA dan CB.
Karena untuk orbital ikatan orbital t +√(t2 +1) ≥ 1 pada sembarang nilai t ≥ 0, kita mendapatkan ketaksamaan berikut
Persamaan (5.39) menunjukkan btasan fasa (tanda) relatif antara dua komponen orbital. Dengan menggunakan hubungan tanda yang berlawanan antara intergral tumpang tindih S dan integral resonansi β, kita mendapatkan CAbCBbSAB ⇔ −CAbCBbβ > 0 tanda ⇔ mengindikasikan tanda berlawanan satu sama lain.
Di sini, kita harus mencatat bahwa tanda integral tumpang tindih SAB =∫XAXBdr sama dengan tanda XAXB di daerah geometri (daerah tumpang tindih) dengan nilai absolut XAXB menjadi besar. Jadi kita mendapat ketidaksamaan berikut:
Selanjutnya, mari kita perhatikan besarnya pencampuran orbital. Bila salah koefisien nol, besarnya pencampuran minimum. Jadi, kita mengenalkan besaran μ yang menyatakan besarnya pencampuran.
Mekanisme yang menghasilkan orbital baru dari pencampuran dua orbital akibat interaksi orbital dirangkumkan sebagai aturan pencampuran orbital sebagai berikut.
Aturan pencampuran orbital. Bila sepasang orbital XA dan XB (αA ≥ αB) memiliki tumpang tindih mutual (integral resonansinya tidak nol) berinteraksi satu sama lain, sepasang orbital baru φa dan φa (εa ≥ αA ≥ αB > εb) dihasilkan (lihat gambar 5.7). Di antara sepasang orbital baru tadi, orbital ikatan φb dibuat terutama dari orbital yang lebih rendah XB dengan kontribusi kecil orbital yang lebih tinggi XA dengan fasa yang sama. Sebaliknya orbital antiikatan φa dibuat terutama dari orbital yang lebih tinggi XA dengan kontribusi kecil orbital yang lebih rendah XB dengan fasa yang berlawanan. Besarnya variasi dari bentuk komponen utamanya, disebut besarnya pencampuran diatur oleh prinsip perbedaan energi dan prinsip tumpang tindih. Khususnya untuk αA = αB (satu kasus tanpa ada perbedaan energi), pencampuran dua komponen akan berbobot sama.
Dengan merangkumkan aturan-aturan yang disebutkan di atas untuk perubahan energi orbital, aturan pencampuran orbital, prinsip perbedaan energi, dan prinsip tumpang tindih, kita mencatat aturan-aturan dan prinsip ini sebagai prinsip interaksi orbital.
[Prinsip interaksi orbital]
(1) Tanpa interaksi orbital (β = 0), energi dan bentuk orbital tidak berubah.(2) Dengan interaksi orbital tidak nol (β ≠ 0) (lihat gambar 5.7), energi dan bentuk orbital berubah. Orbital ikatan dibentuk, yang distabilkan daripad a orbital awal yang lebih rendah energinya (secara relatif lebih negatif) XB dari pasangan orbital XA dan XB (αA ≥ αB). Di pihak lain, orbital anti ikatan terbentuk, yang didestabilkan dibandingkan orbital awal (yang relatif lebih positif). Besarnya pencampuran sedemikian hingga orbital yang lebih rendah adalah komponen utama orbital ikatan, sementara di orbital anti ikatan komponen utamnya adalah yang lebih tinggi energinya. Bila perbedaan energi kedua orbital nol (αA ≥ αB), kedua komponen berbobot sama.
(3) Besarnya perubahan energi orbital dan pencampuran orbital diatur oleh perbedaan energi dan tumpang tindih. Perubahan energi dan pencampuran orbitak akan membesar untuk perbedaan energi yang kecil dan tumpang tindih yang besar, dan sebaliknya menjadi lebih kecil untuk perbedaan energi yang besar dan tumpang tindih yang kecil.
Contoh 5.1 (Dua menjadi satu interaksi orbital)
Dua orbital XA dan XB dari satu spesies memiliki energi αA dan αB (αA > αB) yang ortogonal satu sama lain dan berinteraksi satu dengan orbital lain XC dari spesi lain (yang dinyatakan sebagai partner) yang memiliki energi αC. Energi resonansinya masing-masing βAC dan βBC (βAC ≠ 0, βBC ≠ 0). Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut.
(1) Turunkan ketidaksamaan berikut untuk tiga orbital yang dihasilkan dari interaksi, yang dinyatakan sebagai εa εm, εb.
(Jawaban)
(1) Karena XA dan XB satu sama lain ortogonal, SAB =0 dan dengan demikian integral resonansinya sama dengan nol (βAB = 0). Dengan memperhatikan kondisi ini, kita dapatkan persamaan sekuler untuk metoda Huckel sederhana.
φa : terhadap XC dari partner, baik XA dan XB berinteraksi ke arah panah atas dengan fasa berlawanan menghasilkan orbital yang sangat anti ikatan.
φm : terhadap XC dari partner, XA yang lebih tinggi berinteraksi ke arah bawah dalam fasa yang sama dan XB yang lebih rendah berintreaksi ke arah atas dengan fasa berlawanan, menghasilkan ikatan yang ikatan atau anti ikatan lemah bergantung pada besarnya interaksinya dengan XC.
φb : terhadap XC dari partner, baik XA dan XB berinteraksi ke arah panah bawah dengan fasa yang sama menghasilkan orbital yang sangat ikatan.
0 komentar:
Posting Komentar