Unsur Karbon Bukan Berasal dari Big Bang

Teori terbentuknya alam semesta yang saat ini dipercaya dan telah memiliki banyak bukti pendukung adalah teori ledakan besar (Big Bang). Namun pertanyaan besar masih muncul mengenai misteri terbentuknya kehidupan di Bumi setelah terjadinya Big Bang. Telah diketahui bahwa sebenarnya Big Bang tidak memproduksi karbon secara langsung. Lalu bagaimanakah unsur karbon terbentuk sehingga menghasilkan bentuk kehidupan berbasis karbon di Bumi? Pertanyaan itulah yang menjadi dasar riset tim peneliti dari North Carolina State University. Tim ini menggunakan simulasi superkomputer untuk mendemonstrasikan bagaimana karbon terbentuk di bintang untuk membuktikan sebuah teori lama. Lebih dari 50 tahun yang lalu, seorang astronom bernama Fred Hoyle berhipotesis bahwa isotop karbon-12 (C-12) dapat terbentuk dari tiga atom helium-4 (He-4) atau partikel alfa yang bergabung di dalam inti bintang. Namun, ketiga partikel alfa itu sulit untuk berkombinasi membentuk karbon. Sehingga dari hipotesisnya tersebut, Hoyle beranggapan bahwa terbentuk isotop karbon-12 dengan keadaan energi yang berbeda sehingga memungkinkan terbentuknya karbon di dalam inti bintang. Keadaan baru ini disebut sebagai “keadaan Hoyle”. Eksperimen terakhir menunjukkan bahwa teori tersebut benar namun simulasi pembentukan karbon dari partikel alfa masih belum berhasil. Fisikawan NCSU, Dean Lee bersama koleganya dari Jerman Evgeny Epelbaum, Hermann Krebs, dan Ulf-G. Meissner telah mengembangkan suatu metode baru yang menjelaskan seluruh cara yang mungkin agar proton dan neutron dapat berikatan satu sama lain di dalam inti. Metode ini disebut sebagai “teori medan efektif” yang diformulasi dari kisi bilangan kompleks. Bilangan kompleks merupakan bilangan yang terdiri atas bilangan real dan imajiner. Bentuk umum persamaan bilangan kompleks mengandung unit imajiner (i) yaitu akar kuadrat –1. Persamaan yang menggunakan bilangan kompleks tidak dapat menghasilkan solusi apabila hanya digunakan bilangan real saja atau bilangan imajiner saja. Persamaan matematis yang mengandung bilangan kompleks biasanya digambarkan dalam diagram Argand. Diagram ini memuat sumbu-x sebagai bilangan real dan sumbu-y sebagai bilangan imajiner, serta daerah di antaranya disebut bidang kompleks. Dengan pemodelan yang menggunakan analisis kompleks ini, peneliti dapat mensimulasikan interaksi antar partikel. Ketika peneliti menempatkan 6 proton dan 6 neutron pada kisi kubus dalam simulasi superkomputer tersebut, isotop karbon-12 dalam keadaan Hoyle terbentuk. Melalui hasil tersebut disimpulkan bahwa simulasi ini valid dan terbukti dapat menjelaskan pembentukan karbon. Dengan menggunakan simulasi superkomputer berbasis bilangan kompleks ini, persamaan yang menggambarkan keadaan Hoyle pada pembentukan karbon-12 di dalam inti bintang dapat dicari. Selain itu, simulasi ini juga dapat menjelaskan bagaimana unsur karbon terbentuk dan kehidupan berbasis karbon di Bumi berawal.

Menuai Bahan Bakar Alternatif dari Sampah Kebun

Tidak dapat dipungkiri bahwa hingga saat ini, bahan bakar fosil merupakan bahan bakar yang paling luas dan paling sering digunakan oleh seluruh manusia di dunia ini. Penggunaan jenis bahan bakar ini semakin lama semakin tinggi, seiring dengan meningkatnya aktivitas dan jumlah penduduk bumi ini. Kenyataan itulah yang membuat dunia sekarang berada pada dua ancaman sekaligus: pemanasan global yang terus meningkat sekaligus kelangkaan sumber energi masa depan akibat berkurangnya bahan bakar fosil. Beberapa solusi pun mulai ditawarkan oleh para ilmuwan. Salah satu yang paling efektif dan ramai diperbincangkan adalah penggunaan bahan bakar alternatif. Bahan bakar alternatif yang ramai diteliti para ilmuwan saat ini biasanya berasal dari sumber yang terbarukan atau tidak dapat habis seperti cahaya matahari, air, angin, panas bumi, dan biomassa. Hingga saat ini umumnya penelitian mengenai pemanfaatan terhadap sumber energi terbarukan tersebut cukup banyak, namun belum seluruhnya efektif dan efisien. Suatu terobosan ilmiah terbaru berhasil ditemukan sebuah tim riset yang terdiri atas para insinyur teknik kimia dari University of Massachusetts Amherst berhasil mengembangkan suatu mesin yang dapat memproduksi berbagai macam senyawa hidrokarbon dengan bahan baku minyak pirolisis sampah kebun atau sejenisnya. Ya, sampah kebun seperti kayu, ranting, cabang, kulit pohon, rumput-rumput, dedaunan, dan bagian tumbuhan lainnya merupakan sumber alami biomassa yang mengandung banyak selulosa dan minyak bio. Suatu proses pirolisis terhadap biomassa seperti ini dapat mengekstrak minyak bio yang terkandung di dalamnya untuk selanjutnya dapat diolah kembali menjadi berbagai senyawa hidrokarbon. Pirolisis merupakan dekomposisi termal bahan-bahan organik tanpa keberadaan oksigen, sehingga bahan organik yang terkandung di dalamnya tidak teroksidasi. Tim peneliti tersebut telah berhasil membuat mesin yang dapat memproduksi berbagai senyawa hidrokarbon secara lebih efektif dan efisien dari minyak bio hasil pirolisis karena dapat menhasilkan rendemen produk yang lebih tinggi. Senyawa yang dihasilkan antara lain benzena, toluena, xilena, berbagai senyawa olefin (alkena), dan senyawa alkohol (seperti metanol dan etanol). Senyawa-senyawa hidrokarbon tersebut dapat digunakan sebagai bahan baku kimia maupun sebagai sumber energi alternatif. Tim ini memperkirakan jika seluruh industri kimia di dunia dapat menggunakan senyawa biopirolisis yang dihasilkan mesin ini daripada menggunakan bahan bakar fosil akan terjadi penghematan hingga USD 400 milyar setiap tahunnya. Suatu jumlah yang sangat besar. Hasil penelitian ini tentu dapat memberi nilai tambah terhadap sampah-sampah organik yang ada di kebun pekarangan rumah kita ataupun di lingkungan lain yang serupa. Selain dapat diubah menjadi pupuk kompos, sampah tersebut juga dapat menghasilkan berbagai senyawa kimia yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku produk kimia maupun sumber energi alternatif.

Dunia Tak Lagi Butuh Energi Fosil

Sekiranya hal itulah yang dapat dikatakan dari hasil studi terbaru yang dirilis oleh tim riset yang dipimpin oleh Mark Z. Jacobson dari Stanford University. Hal tersebut dapat dicapai dengan mengkonversi seluruh jenis penggunaan bahan bakar fosil dengan sumber energi terbarukan dan bersih, dengan begitu dunia dapat meninggalkan bahan bakar fosil. “Berdasarkan penemuan kami, sebenarnya tidak ada kendala dari segi ekonomi dan teknologi,” kata Jacobson, yang merupakan professor teknik sipil di institusi tersebut. “yang menjadi pertanyaan adalah dari segi aspek sosial dan politik.” Ia dan Mark Delucchi dari University of California-Davis telah menulis dua bagian makalah yang dipublikasikan pada Energy Policy, dimana mereka menilai harga, teknologi, dan materi yang dibutuhkan untuk mengubah dunia berdasarkan rancangan yang mereka buat. Dunia yang mereka impikan akan sangat bergantung kepada listrik. Rancangan mereka membutuhkan energi angin, air dan cahaya matahari sebagai sumber energi, dengan energi angin dan matahari berkontribusi sekitar 90% dari total energi yang dibutuhkan dunia. Energi geotermal dan hidroelektrik (energi listrik yang berasal dari energi potensial air) masing-masing menyumbangkan 4% dari total energi yang dibutuhkan, dan 2% sisanya akan berasal dari energi ombak dan gelombang pasang-surut. Kendaraan, kapal, dan kereta akan ditenagai oleh listrik dan sel bahan bakar hidrogen. Pesawat terbang dapat menggunakan bahan bakar hidrogen cair. Rumah-rumah dapat menggunakan pendingin atau pemanas ruangan bertenaga listrik, tidak lagi gas alam atau batubara. Proses komersial dan indutri dapat menggunakan hidrogen atau listrik. Hidrogen dapat dihasilkan dari elektrolisis air. Maka dari itu, energi angin, air, dan matahari akan mendominasi energi dunia. Salah satu keuntungan yang dapat diperoleh dari rancangan yg dibuat Jacobson dan Delucchi ini adalah reduksi kebutuhan energi dunia hingga 30% dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil. Listrik dan penggunaan sel bahan bakar hidrogen jauh lebih efektif dan efisien dibandingkan pembakaran bahan bakar fosil. Kendala yang paling nyata untuk mewujudkan rancangan ini adalah material yang dibutuhkan untuk membangun instalasi panel surya dan turbin angin. Diperlukan berbagai jenis logam dalam jumlah yang cukup besar, seperti besi, nikel, tembaga, aluminium, kromium dan bahkan logam langka seperti platina. Selain itu dalam mewujudkan infrastruktur generator angin yang ideal dibutuhkan lahan yang luas untuk menyediakan jarak agar tidak terjadi interferensi dan turbulensi angin yang digunakan. “Tetapi rancangan ini sangat mungkin untuk dilaksanakan, bahkan tanpa perlu menggunakan teknologi terbaru. Kita sangat membutuhkan keputusan kolektif tentang bagaimana masa depan dunia yang kita inginkan sebagai masyarakat dunia,” kata Jacobson. Bagaimanapun rancangan ini sangatlah revolusioner dan merupakan solusi yang baik dalam berbagai permasalahan energi dunia.

Evolusi Mikroorganisme di Laut Mati

Mikrobiologis dari Institute of Biology II University of Freiburg telah menemukan suatu jalur metabolisme sentral dari mikroorganisme yang sebelumnya tidak diketahui. Mikroorganisme ekstremofil (extremophile) atau mikroorganisme yang biasa hidup di tempat-tempat ekstrem ini menggunakan jalur metabolisme ini untuk dapat bertahan hidup di tempat-tempat ekstrem seperti halnya Laut Mati yang salinitasnya sangat tinggi. Bertentangan dengan anggapan yang popoler di masyarakat, Laut Mati tidaklah mati. Laut Mati yang berada di antara Yordania dan Israel ini berisi berbagai macam populasi mikroorganisme. Kebanyakan mikroorganisme ini termasuk dalam kelompok archaea yang toleran terhadap kadar garam tinggi. Archaea merupakan salah satu bentuk kehidupan yang paling awal terbentuk di muka bumi dan mampu bertahan hidup pada kondisi ekstrem. Tim riset di Freiburg yang dikepalai oleh Dr. Ivan Berg telah mempelajari proses metabolisme mikroorganisme ini yang sebelumnya selalu dihindari oleh ahli biologi evolusi. Ilmuwan telah lama mengetahui bahwa archaea yang toleran terhadap salinitas tinggi menggunakan berbagai macam senyawa organik sebagai sumber nutrisi mereka yang kemudian digunakan untuk mensintesis pelindung dinding sel dan vitamin yang teraktivasi asam asetat (asetil koenzim A). dengan menggunakan mikroorganisme Haloarcula marismortui sebagai model, Dr. Ivan Berg bersama koleganya di Freiburg Dr. Maria Khomyakova, Özlem Bükmez, Lorenz Thomas, dan Dr. Tobias Erb telah berhasil menguraikan secara detil jalur metabolisme mikroorganisme tersebut. Kabar terbaru dari jurnal Science, para peneliti menjelaskan bagaimana mereka dapat mengetahui keseluruhan siklus reaksi, termasuk seluruh intermediet yang terbentuk, dengan berbagai bantuan metode biokimia dan mikrobiologi. Tim ini memberi nama jalur metabolisme lengkap ini sebagai “siklus metilaspartat” setelah mengkarakterisasi zat antara yang penting dalam siklus tersebut. Grup riset Freiburg ini belum mengetahui awal terjadinya jalur metabolisme seperti ini dan diperkirakan merupakan salah satu bentuk evolusi dari pendahulunya yang harus menemukan jalur metabolisme tersendiri demi beradaptasi dengan habitatnya yang berkadar garam sangat tinggi. Para peneliti ini juga terkejut saat menemukan bahwa gen leluhur archaea yang mengandung informasi jalur metabolisme ini didapat dari mikroorganisme lain. Fenomena transfer gen antar-organisme ini sekarang biasa dikenal sebagai “transfer gen bercabang”. Bagaimanapun, ilmuwan belum mengobservasi gen terdahulu yang mengandung informasi siklus metilaspartat dan digolongkan sebagai jalur metabolisme yang benar-benar baru. Kemungkinan, rekombinasi gen lelulur archaea mengarah kepada jalur metabolisme ini. Para peneliti menyatakan bahwa lebih sulit untuk menemukan sebuah gen baru dibandingkan dengan mengkombinasikan gen-gen yang sudah ada.

Tembakau Untuk Penderita Diabetes

Bidang pertanian saat ini menghasilkan perkembangan bioteknologi molekular yang pesat, yang dapat menawarkan cara yang lebih murah daripada pembuatan vaksin dan obat tradisional melalui pabrik. Para ilmuwan telah menemukan tembakau yang menyehatkan setelah memodifikasi faktor genetiknya. Tembakau ini dapat digunakan untuk mengobati diabetes tipe 1. Peneliti Eropa mengatakan telah menghasilkan tembakau yang mengandung senyawa anti-inflamasi (anti-peradangan) yang disebut interleukin-10 (IL-10) yang dapat membantu pasien diabetes tipe 1 yang masih menggantungkan insulin. Sejumlah perusahaan kimia pertanian, termasuk Bayer dan Syngenta, telah mencari cara untuk membuat kompleks protein dalam tanaman obat-obatan, meskipun membutuhkan proses yang lambat. Pada saat ini, kebanyakan obat-obatan dan vaksin diproduksi melalui kultur sel dan kultur jaringan. Namun, Mario Pezzotti dari Universitas Verona, yang memimpin studi tentang tembakau yang diterbitkan dalam jurnal BMC Biotechnology, percaya bahwa tembakau tumbuh lebih efisien semenjak tanaman dunia memiliki biaya rendah untuk menghasilkan protein obat. Berbagai jenis tanaman telah dipelajari oleh sejumlah ilmuwan di seluruh dunia, tetapi tembakau merupakan tanaman yang paling digemari dalam hal riset. “Tembakau adalah tanaman yang fantastis karena mudah mentransformasi genetik dan dengan mudah dapat mempelajari seluruh tanaman dari satu sel,” ungkap Pezzotti. Kelompoknya bekerja dan menaruh minat terhadap tembakau raksasa, yaitu Philip Morris, yang mendukung konferensi tanaman berbasis obat di Verona pada bulan Juni. Pezzotti dan koleganya – yang menerima dana untuk penelitiannya dari Uni Eropa – sekarang berencana untuk megujicobakan tanaman tersebut ke tikus yang memiliki penyakit autoimmune untuk mengetahui responnya. Selanjutnya, mereka ingin menguji apakah pengulangan dosis kecil dapat membantu mencegah penyakit kencing manis pada orang, ketika diberikan bersamaan dengan senyawa lain yaitu glutamic acid decarboxylase (GAD65), yang juga telah diproduksi di tanaman tembakau. Diamyd, perusahaan bioteknologi di Swedia sudah menguji secara konvensional vaksin GAD65 terhadap penderita diabetes dalam masa uji coba klinis. Bidang pertanian molekuler belum menghasilkan produk komersial pertama, walaupun Israel Protalix BioTherapeutics telah melakukan uji klinis lanjutan pada enzim untuk pengobatan penyakit Gaucher yang dihasilkan melalui kultur sel wortel. Protalix rencana untuk mengirimkan obatnya untuk persetujuan dari Amerika Serikat dan Israel.

Sabtu, 26 November 2011

Reaksi-Reaksi Antara Halogenalkana Dengan Amonia


Kata Kunci: amonia, garam amonium kuartener, halogenalkana, reaksi
Ditulis oleh Ramadhan wahyu
Halaman ini menjelaskan tentang reaksi-reaksi antara halogenalkana (haloalkana atau alkil halida) dengan amonia.
Disini juga akan dirangkum fakta-fakta utama tentang reaksi-reaksi tersebut.
Rincian reaksi dan produknya
Halogenalkana dipanaskan dengan sebuah larutan amonia pekat dalam etanol. Reaksi ini dilakukan dalam tabung tertutup. Campuran ini tidak bisa dipanaskan di bawah refluks, sebagaimana pada reaksi halogenalkana dengan ion-ion hidroksida dan sianida, karena amonia akan dibebaskan dari kondensor sebagi gas.
Kita akan membahas tentang reaksi tersebut dengan menggunakan 1-bromoetana sebagai sebuah halogenalkana primer sederhana. Tidak ada perbedaan rincian untuk halogenalkana sekunder atau halogenalkana tersier. Hanya saja persamaan reaksi untuk reaksi dengan halogenalkana sekunder dan tersier terlihat lebih kompleks dibanding yang sebelumnya!
Akan terbentuk berbagai amina bersama dengan garam-garamnya. Reaksi-reaksi terjadi secara berurutan (tidak sekaligus secara bersamaan).
Pembuatan amina primer
Untuk pembuatan amina primer, reaksi terjadi dalam dua tahapan. Pada tahapan pertama, terbentuk sebuah garam – dalam hal ini, etilamonuim bromida. Garam ini sangat mirip dengan amonium bromida, kecuali bahwa salah satu atom hidrogen dalam ion amonium telah diganti oleh sebuah gugus etil.

Dengan demikian, ada kemungkinan untuk terjadinya reaksi reversibel (dapat balik) antara garam ini dengan amonia berlebih dalam campuran.

Amonia mengambil sebuah atom hidrogen dari ion etilamonium sehingga menjadikannya amina primer, yakni etilamina.
Semakin banyak amonia yang terdapat dalam campuran, semakin besar kemungkinan terjadi reaksi selanjutnya.
Pembuatan amina sekunder
Reaksi di atas tidak berhenti setelah amina primer terbentuk. Etilamina juga bereaksi dengan bromoetana – dalam dua tahapan yang sama seperti reaksi sebelumnya.
Pada tahap pertama, terbentuk sebuah garam – kali ini, dietilamonium bromida. Anggap garam yang terbentuk ini adalah amonium bromida dengan dua atom hidrogen yang digantikan oleh gugus-gugus etil.

Lagi-lagi terdapat kemungkinan terjadinya reaksi reversibel (dapat balik) antara garam ini dengan amonia berlebih dalam campuran tersebut, seperti diperlihatkan pada gambar berikut:

Amonia mengambil sebuah ion hidrogen dari ion dietilamonium sehingga menjadikannya amina sekunder, yakni dietilamin. Amina sekunder adalah amina yang memiliki dua gugus alkil terikat pada atom nitrogen.
Pembuatan amina tersier
Setelah amina sekunder terbentuk, reaksi masih belum berhenti. Dietilamina juga bereaksi dengan bromoetana – dalam dua tahapan yang sama seperti pada reaksi sebelumnya.
Pada tahapan pertama, terbentuk trietilamonium bromida.

Lagi-lagi ada kemungkinan terjadinya reaksi reversibel (dapat balik) antara garam ini dengan amonia berlebih dalam campuran tersebut, sebagaimana ditunjukkan berikut:

Amonia mengambil sebuah ion hidrogen dari ion trietilamonium sehingga menjadikannya amina tersier, yakni trietilamin. Amina tersier adalah amina yang memiliki tiga gugus alkil terikat pada nitrogen.
Pembuatan garam amonium kuartener
Tahap ini merupakan tahap yang terakhir dimana trietilamin bereaksi dengan bromoetana menghasilkan tetraetilamonium bromida – sebuah garam kuartener (yaitu dimana keempat hidrogen telah digantikan oleh gugus-gugus alkil).
Kali ini tidak ada lagi hidrogen tersisa pada nitrogen yang bisa dilepaskan. Reaksi berhenti sampai disini.
Produk reaksi antara bromoetana dengan amonia
Bagaimanapun perlakuan yang diberikan terharap reaksi, akan diperoleh campuran dari semua produk (termasuk amina dan garam-garamnya) yang ditunjukkan di halaman ini.
Untuk memperoleh produk yang sebagian besar adalah garam amonium kuartener, anda bisa menggunakan bromoetana yang berlebih. Jika anda mencermati reaksi-reaksi yang berlangsug, masing-masing reaksi masih memerlukan bromoetana tambahan. Jika disediakan cukup banyak bromoetana, maka kemungkinan besar reaksi akan berlangsung sampai sempurna, dengan jumlah waktu yang cukup.
Disisi lain, jika anda menggunakan amonia yang sangat berlebih, maka peluang terbesar adalah bahwa sebuah molekul boromoetana akan menabrak sebuah molekul amonia dan bukan kemungkinan bahwa molekul amina akan terbentuk. Ini dapat membantu dalam mencegah pembentukan amina-amina sekunder (dan lain-lain).

Reaksi-Reaksi antara Halogenalkana dengan Ion-Ion Sianida


Kata Kunci: halogenalkana, ion sianida, reaksi
Ditulis oleh Ramadhan wahyu
Halaman ini menjelaskan tentang reaksi antara halogenalkana (haloalkana atau alkil halida) dengan ion-ion sianida dari larutan natrium sianida atau kalium sianida.
Penggantian gugus halogen dengan gugus -CN
Reaksi-reaksi
Jika sebuah halogenalkana dipanaskan di bawah refluks dengan larutan natrium sianida atau kalium sianida dalam etanol, maka halogen akan digantikan oleh sebuah gugus -CN dan dihasilkan sebuah nitril. Pemanasan di bawah refluks berarti melakukan pemanasan dengan sebuah kondensor yang dipasang secara vertikal dalam labu kimia untuk mencegah lepasnya zat-zat volatil dari campuran.
Pelarut memegang peranan penting dalam proses penggantian gugus halogen dengan gugus -CN. Jika terdapat air, maka gugus alkana cenderung disubstitusi oleh gugus -OH, bukan gugus -CN.
Sebagai contoh, dengan menggunakan 1-bromopropana sebagai halogenalkana primer sederhana, reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

Anda bisa menuliskan persamaan reaksi lengkap ketimbang persamaan ioniknya, tetapi proses yang terjadi sulit dipahami dengan persamaan lengkap ini:

Bromin pada reaksi di atas (atau halogen lain) dalam helogenalkana digantikan oleh gugus -CN – dengan demikian, reaksi ini adalah reaksi substitusi. Pada contoh ini, butananitril terbentuk.
Halogenalkana sekunder dan tersier berperilaku mirip, walaupun mekanisme reaksinya akan bervariasi tergantung pada halogenalkana apa yang digunakan.
Manfaat reaksi-reaksi dengan ion sianida
Reaksi halogenalkana dengan ion-ion sianida dapat digunakan untuk memperpanjang rantai karbon. Sebagai contoh, pada persamaan-persamaan reaksi di atas, kita memulai dengan rantai yang terdiri dari 3-karbon dan setelah reaksi diperoleh rantai dengan 4-karbon. Reaksi ini bermanfaat sebab tidak begitu banyak cara yang bisa digunakan untuk membuat ikatan-ikatan karbon-karbon yang baru.
Cukup mudah untuk mengubah gugus -CN pada ujung rantai baru menjadi gugus-gugus yang lain.

Pengantar Pereaksi Grignard


Kata Kunci: pereaksi Grignard, reaksi Grignard
Ditulis oleh Ramadhan wahyu
Halaman ini menjelaskan secara ringkas cara pembuatan pereaksi Grignard dari halogenalkana (haloalkana atau alkil halida), dan memperkenalkan beberapa reaksinya.
Membuat Pereaksi Grignard
Pengertian peraksi Grignard
Pereaksi Grignard memiliki rumus umum RMgX dimana X adalah sebuah halogen, dan R adalah sebuah gugus alkil atau aril (berdasarkan pada sebuah cincin benzen). Pada pembahasan halaman ini, kita menganggap R sebagai sebuah gugus alkil.
Pereaksi Grignard sederhana bisa berupa CH3CH2MgBr.
Pembuatan pereaksi Grignard
Pereaksi Grignard dibuat dengan menambahkan halogenalkana ke dalam sedikit magnesium pada sebuah labu kimia yang mengandung etoksietana (umumnya disebut dietil eter atau hanya "eter"). Labu kimia dihubungkan dengan sebuah kondensor refluks, dan campuran dipanaskan di atas penangas air selama 20 hingga 30 menit.

Segala sesuatunya akan mengering sempurna karena pereaksi Grignard bereaksi dengan air (lihat berikut).
Setiap reaksi yang menggunakan pereaksi Grignard dilakukan dengan campuran yang dihasilkan dari reaksi di atas. Digunakan campuran sebab pereaksi Grignard tidak bisa dipisahkan.
Reaksi-reaksi dari pereaksi Grignard
Reaksi pereaksi Grignard dengan air
Pereaksi Grignard bereaksi dengan air menghasilkan alkana. Inilah sebabnya mengapa segala sesuatunya harus menjadi kering selama pembuatan seperti dijelaskan di atas.
Sebagai contoh:

Produk organik yang dihasilkan pada reaksi di atas, Mg(OH)Br, disebut sebagai sebuah "bromida basa". Anda bisa menganggap produk ini sebagai produk transisi antara magnesium bromida dan magnesium hidroksida.
Reaksi pereaksi Grignard dengan karbon dioksida
Pereaksi Grignard bereaksi dengan karbon dioksida dalam dua tahapan. Pada tahapan pertama, pereaksi Grignard diadisi ke karbon dioksida.
Karbon doksida kering digelembungkan melalui sebuah larutan pereaksi Grignard dalam etoksietana, yang dibuat seperti dijelaskan di atas.
Sebagai contoh:

Produk yang terbentuk ini selanjutnya dihidrolisis (direaksikan dengan air) dengan bantuan asam encer. Biasanya, anda bisa menambahkan asam sulfat encer atau asam hidroklorat encer ke dalam larutan yang dihasilkan oleh reaksi dengan CO2.
Jika ditambahkan satu atom karbon lagi, maka akan terbentuk asam karboksilat bukan pereaksi Grignard.
Persamaan reaksinya bisa dituliskan sebagai berikut:
Hampir semua sumber menyebutkan pembentukan sebuah halida basa seperti Mg(OH)Br sebagai produk lain dari reaksi ini. Anggapan ini tidak tepat karena senyawa-senyawa ini bereaksi dengan asam-asam encer. Hasil dari reaksi ini adalah campuran antara ion-ion magnesium terhidrasi biasa, ion-ion halida dan ion-ion sulfat atau klorida – tergantung pada asam encer apa yang ditambahkan.
Reaksi pereaksi Grignard dengan senyawa-senyawa karbonil
Pengertian senyawa karbonil
Senyawa karbonil mengandung ikatan rangkap C=O. Senyawa karbonil yang paling sederhana secara umum bisa dituliskan sebagai berikut:
R dan R’ bisa sama atau berbeda, dan bisa berupa gugus alkil atau hidrogen.
Jika salah satu (atau kedua) gugus R ini adalah hidrogen, maka senyawa tersebut dinamakan aldehid. Sebagai contoh:
Jika kedua gugus R adalah gugus alkil, maka senyawa tersebut dinamakan keton. Contohnya antara lain:
Reaksi umum antara pereaksi Grignard dengan senyawa karbonil
Reaksi antara berbagai macam senyawa karbonil dengan pereaksi Grignard bisa terlihat sedikit rumit, walaupun pada kenyataannya semua senyawa karbonil bereaksi dengan cara yang sama – yang berbeda hanyalah gugus-gugus yang terikat pada ikatan rangkap C=O.
Apa yang terjadi pada reaksi ini jauh lebih mudah dipahami dengan mencermati persamaan umumnya (menggunakan gugus "R" bukan gugus tertentu) – setelah anda memahami dengan gugus R barulah bisa diganti dengan gugus yang sesungguhnya jika diperlukan.
Reaksi-reaksi yang terjadi pada dasarnya sama untuk reaksi dengan karbon dioksida – yang membedakan hanya sifat-sifat produk organiknya.
Pada tahap pertama, pereaksi Grignard diadisi ke ikatan rangkap C=O:

Asam encer selanjutnya ditambahkan untuk menghidrolisisnya. (Pada persamaan berikut digunakan persamaan umum dengan tidak mempertimbangkan fakta bahwa Mg(OH)Br akan bereaksi lebih lanjut dengan asam yang ditambahkan.)
Alkohol terbentuk. Salah satu kegunaan penting dari pereaksi Grignard adalah kemampuannya untuk membuat alkohol-alkohol kompleks dengan mudah.
Jenis alkohol yang dihasilkan tergantung pada senyawa karbonil yang digunakan – dengan kata lain, gugus R dan R’ yang dimiliki.
Reaksi antara pereaksi Grignard dengan metanal
Pada metanal, kedua gugus R adalah hidrogen. Metanal merupakan aldehid paling sederhana yang bisa terbentuk.
Dengan mengasumsikan bahwa anda memulai dengan CH3CH2MgBr dan menggunakan persamaan reaksi umum di atas, maka alkohol yang diperoleh akan selalu dalam bentuk berikut:
Karena kedua gugus R adalah atom hidrogen, maka produk akhirnya akan menjadi:
Sebuah alkohol primer terbentuk. Sebuah alkohol primer hanya memiliki satu gugus alkil terikat pada atom karbon yang mengikat gugus -OH.
Jika anda menggunakan pereaksi Grignard yang berbeda, maka akan terbentuk alkohol primer yang berbeda pula.
Reaksi antara pereaksi Grignard dengan aldehid-aldehid lain
Aldehid setelah metanal adalah etanal. Salah satu dari gugus R nya adalah hidrogen dan yang lainnya adalah CH3.
Untuk memudahkan, anggap kembali gugus-gugus ini sebagai gugus R dan R’ pada persamaan umum. Alkohol yang terbentuk adalah:
Jika gugur R dan R’ diganti masing-masing dengan hidrogen dan CH3 (sebagaimana semestinya) maka produk tersebut akan menjadi:
Sebuah alkohol sekunder memliki dua gugus alkil (bisa sama atau berbeda) terikat pada atom karbon yang mengikat gugus -OH.
Anda bisa merubah sifat dari alkohol sekunder ini dengan salah satu cara berikut:
  • Mengubah sifat-sifat pereaksi Grignard – yang mana akan mengubah gugus CH3CH2 menjadi beberapa gugus alkil yang lain;
  • mengubah sifat-sifat aldehid – yang mana akan mengubah gugus CH3 menjadi beberapa gugus alkil lainnya.
Reaksi antara pereaksi Grignard dengan keton
Keton memiliki dua gugus alkil yang terikat pada ikatan rangkap C=O. Keton yang paling sederhana adalah propanon.
Kali ini, jika gugus R diganti pada rumus umum untuk alkohol yang terbentuk, maka akan dihasilkan alkohol tersier.
Alkohol tersier memiliki tiga gugus alkil yang terikat pada atom karbon yang mengikat gugus -OH. Ketiga gugus alkil tersebut bisa sama atau berbeda.
Anda bisa mengatur perubahan pada produk dengan cara
  • mengubah sifat-sifat pereaksi Grignard – yang mana akan merubah gugus CH3CH2 menjadi beberapa gugus alkil yang lain;
  • mengubah sifat-sifat keton – yang mana akan mengubah gugus-gugus CH3 menjadi gugus-gugus alkil lain sesuai dengan gugus pada keton yang digunakan.
Mengapa pereaksi Grignard bereaksi dengan senyawa-senyawa karbonil?
Mekanisme-mekanisme untuk reaksi-reaksi ini tidak penting dibahas pada pemabahasan tingkat dasar, tapi anda perlu mengetahui sedikit tentang sifat-sifat pereaksi Grignard.
Ikatan antara atom karbon dan magnesium bersifat polar. Karbon lebih elektronegatif dibanding magnesium, sehingga pasangan elektron ikatan tertarik ke arah atom karbon.
Ini menyebabkan atom sedikit bermuatan negatif.
Ikatan rangkap C=O sangat polar dengan cukup banyak muatan positif pada atom karbon. Sifat-sifat ikatan ini akan dijelaskan di halaman lain.
Dengan demikian, pereaksi Grignard bisa berfungsi sebagai nukleofil karena gaya tarik antara sedikit kenegatifan dari atom karbon pada pereaksi Grignard dengan kepositifan atom karbon dalam senyawa karbonil.
Nukleofil adalah sebuah spesies yang menyerang inti-inti positif (atau sedikit positif) pada molekul-molekul atua ion-ion lain.

Reaksi-Reaksi yang Melibatkan Halogenalkana dengan Larutan Perak Nirat


Kata Kunci: halogenalkana, larutan perak nitrat, reaksi
Ditulis oleh Ramadhan wahyu
Halaman ini menjelaskan bagaimana larutan perak nitrat bisa digunakan sebagai bagian dari sebuah reaksi uji untuk halogenalkana (haloalkana atau alkil halida), dan juga sebagai salah satu metode untuk mengukur kereaktivan relatif halogenalkana.
Pengujian halogenalkana
Larutan perak nitrat bisa digunakan untuk menentukan halogen apa yang terdapat pada sebuah halogenalkana. Cara yang paling efektif adalah dengan melakukan sebuah reaksi substitusi yang mengubah halogen menjadi sebuah ion halida, dan selanjutnya menguji ion halida tersebut dengan larutan perak nitrat.
Reaksi
Halogenalkana dipanaskan dengan sejumlah larutan natrium hidroksida dalam sebuah campuran etanol dengan air. Apapun akan larut dalam campuran ini sehingga reaksi bisa berlangsung dengan baik.
Atom halogen dilepaskan sebagai ion halida:

Reaksi ini tidak harus berlangsung sampai selesai. Uji dengan perak nitrat cukup sensitif untuk mendeteksi ion-ion halida dalam konsentrasi yang cukup kecil.
Campuran diasamkan dengan menambahkan asam nitrat. Penambahan asam nitrat ini akan mencegah terjadinya reaksi antara ion-ion hidroksida yang tidak-bereaksi dengan ion-ion perak yang akan ditambahkan. Selanjutnya larutan perak nitrat ditambahkan.
Berbagai endapan bisa terbentuk dari reaksi antara perak dan ion-ion halida:


ion dalam campuranendapan yang terbentuk
Cl-endapan putih
Br-endapan krim pucat pasi
I-endapan kuning pucat pasi
Menentukan jenis endapan
Warna endapan-endapan yang terbentuk cukup sulit untuk dibedakan, khususnya jika endapan yang terbentuk sedikit. Anda bisa menentukan endapan apa yang terbentuk dengan menambahkan larutan amonia.

endapan awalpengamatan
AgClendapan larut menghasilkan larutan tidak berwarna
AgBrendapan hampir tidak berubah dengan penambahan larutan amonia encer, tapi larut dalam larutan amonia pekat menghasilkan larutan tidak berwarna
AgIendapan tidak terlarut dalam laturan amonia, baik encer maupun pekat
Membandingkan kereaktifan halogenalkana
Latar belakang
Untuk membandingkan kereaktifan-kereaktifan halogenalkana, berbagai halogenalkana diperlakukan dengan sebuah larutan perak nitrat dalam sebuah campuran etanol dengan air. Tidak ada lagi zat lain yang ditambahkan. Setelah beberapa lama, endapan-endapan muncul ketika ion-ion halida (yang dihasilkan dari reaksi-reaksi halogenalkana) bereaksi dengan ion-ion perak yang ada.
Selama prosedur ini berlangsung pada kondisi-kondisi yang terkontrol (jumlah zat yang sama, suhu yang sama dan seterusnya), maka waktu yang diperlukan untuk pembentukan endapan dapat menjadi petunjuk tentang kereaktifan halogenalkana – semakin cepat endapan terlihat, semakin reaktif halogenalkana tersebut.
Ada dua cara pembentukan ion halida, tergantung pada jenis halogenalkana yang ada – yakni halogenalkana primer, sekunder dan tersier.
Untuk halogenalkana pimer, reaksi utama yang terjadi adalah antara halogenalkana dengan air dalam pelarut.

Halogenalkana tersier terionisasi sampai tingkatan yang sangat kecil.

Sedangkan halogenalkana sekunder bisa mengalami kedua reaksi di atas.
Membandingkan laju-laju reaksi sesuai dengan jenis halogen
Untuk perbandingan laju reaksi ini, jenis halogenalkana yang digunakan harus konstan (baik primer, sekunder atau tersier), hanya gugus halogennya yang diubah-ubah. Sebagai contoh, anda bisa membandingkan lamanya waktu yang diperlukan untuk menghasilkan sebuah endapan dari beberapa halogenalkana primer berikut:
Sesuai dengan sifat-sifat halogen masing-masing, akan jelas bahwa waktu yang diperlukan untuk terbentuknya endapan perak bromida akan tergantung pada berapa banyak zat yang digunakan dan pada suhu berapa reaksi berlangsung. Tetapi pola hasilnya selalu sama.
Sebagai contoh:
  • Senyawa iodo primer agak cepat menghasilkan endapan.
  • Senyawa bromo primer memerlukan waktu yang lebih lama untuk menghasilkan endapan.
  • Senyawa kloro primer kemungkinan tidak akan membentuk endapan, kecuali, dalam jangka waktu yang cukup lama.
Orde kereaktifan mencerminkan kekuatan ikatan karbon-halogen. Ikatan karbon-iodin merupakan ikatan yang paling lemah dan ikatan karbon-klorin merupakan yang paling kuat dari ketiga ikatan pada gambar di atas. Agar ion halida terbentuk, ikatan karbon-halogen harus diputus. Semakin lemah ikatan, semakin mudah memutus ikatannya
Membandingkan laju reaksi antara halogenalkana primer, sekunder dan tersier
Untuk melakukan perbandingan ini, atom halogen tidak diubah-ubah. Biasanya digunakan bromida karena memiliki laju reaksi sedang. Sebagai contoh, anda bisa membandingkan kereaktifan dari senyawa-senyawa berikut:
Lagi-lagi, waktu yang diperlukan akan bervariasi sesuai dengan kondisi reaksi, tapi polanya akan selalu sama.
Sebagai contoh:
  • Halida tersier menghasilkan sebuah endapan hampir secara spontan.
  • Halida sekunder menghasilkan sedikit endapan setelah beberapa detik. Semakin lama endapan semakin menebal.
  • Halida primer biasanya memerlukan waktu yang cukup lama untuk menghasilkan sebuah endapan.
Penjelasan tentang perbedana laju reaksi halogenalkana primer, sekunder dan tersier ini lebih sulit karena diperlukan pemahaman mendalam tentang mekanisme-mekanisme yang terlibat dalam reaksi. Perbedaan ini mencerminkan perubahan cara menghasilkan ion halida ketika kita berpindah dari halogenalkana primer ke tersier terus ke sekunder.

Kegunaan Halogenalkana


Kata Kunci: alkil halida, haloalkana, halogenalkana, klorofluorokarbon
Ditulis oleh Ramadhan wahyu
Halaman ini menjelaskan beberapa kegunaan halogenalkana (haloalkana atau alkil halida)
CFC dan zat-zat pengganti sejenis
Pengertian CFC
CFC adalah klorofluorokarbon, yaitu senyawa-senyawa yang mengandung atom karbon dengan klorin dan fluorin terikat padanya. Dua CFC yang umum adalah:

CFC-11CCl3F
CFC-12CCl2F2
Kegunaan CFC
CFC merupakan zat-zat yang tidak mudah terbakar dan tidak terlalu toksik. Dengan demikian zat ini memiliki banyak kegunaan.
CFC digunakan sebagai pendingin, bahan bakar untuk aerosol, untuk menghasilkan plastik busa seperti busa polistirena atau poliuretana yang memuai, dan sebagai pelarut untuk pembersihkeringan dan untuk tujuan-tujuan pengeringan minyak.
Sayangnya, CFC dapat merusak lapisan ozon. Pada lapisan atmosfir yang tinggi, ikatan C-Cl akan terputus menghasilkan radikal-radikal bebas klorin. Radikal-radikal inilah yang merusak ozon. CFC sekarang ini telah digantikan oleh senyawa-senyawa yang lebih ramah lingkungan.
CFC juga bisa menyebabkan pemanasan global. Satu molekul CFC-11 misalnya, memiliki potensi pemanasan global sekitar 5000 kali lebih besar ketimbang sebuah molekul karbon dioksida.
Di sisi lain, terdapat jauh lebih banyak karbon dioksida di udara ketimbang CFC, sehingga pemanasan global bukanlah sebuah masalah utama yang terkait dengan penggunaan CFC.
Zat pengganti CFC
Zat-zat yang digunakan untuk menggantikan CFC ini masih sebagian besar halogenalkana, walaupun alkana-alkana sederhana seperti butana bisa digunakan untuk beberapa tujuan (misalnya, sebagai bahan bakar aerosol).
Hidroklorofluorokarbon, HCFC
Senyawa-senyawa ini adalah senyawa-senyawa karbon yang mengandung hidrogen serta atom-atom halogen. Sebagai contoh:

HCFC-22CHClF2
Formula ini bisa ditentukan berdasarkan angka yang terdapat pada namanya persis seperti penentua formula untuk CFC.
Senyawa-senyawa ini memiliki masa aktif yang lebih singkat di atmosfir dibanding CFC, dan banyak diantaranya yang menjadi rusak pada lapisan atmosfir bawah sehingga tidak bereaksi dengan lapisan ozon. HFC-22 hanya memiliki sekitar seperdua puluh dari pengaruh CFC biasa terhadap lapisan ozon.
Hidrofluorokarbon, HFC
Senyawa-senyawa ini adalah senyawa-senyawa yang hanya mengandung hidrogen dan fluorin yang terikat pada atom karbon. Sebagai contoh:

HFC-134aCH2F-CF3
Karena HCFC tidak mengandung klorida, maka senyawa-senyawa ini tidak memiliki pengaruh terhadap lapisan ozon. HFC-134a saat ini banyak digunakan pada pendingin, untuk Because these HCFCs don’t contain any chlorine, they have zero effect on the ozone layer. HFC-134a is now widely used in refrigerants, for mengembangkan plastik yang memuai dan sebagai bahan bakar dalam aerosol.
Hidrokarbon
Senyawa-senyawa ini juga tidak memiliki pengaruh terhadap lapisan ozon, tetapi memiliki sebuah kekurangan. Senyawa-senyawa ini sangat mudah terbakar dan terlibat dalam masalah-masalah lingkungan seperti pembentukan kabut fotokimia.
Kegunaan lain dari senyawa-senyawa halogen organik
Dalam pembuatan plastik
Pada dasarnya, senyawa-senyawa yang kita bicarakan disini adalah senyawa-senyawa halogenalkena, bukan halogenalkana.
Kloroetena, CH2=CHCl, digunakan untuk membuat poli(kloroetea) – biasa disebut PVC.
Tetrafluoroetena, CF2=CF2, digunakan untuk membuat poli (tetrafluoroetena) – PTFE.
Kegunaan halogenalkana dalam laboratorium
Jika anda mencermati pembahasan-pembahasan tentang halogenalkana, maka anda akan menemukan bahwa senyawa-senyawa halogenalkana ini bereaksi dengan banyak senyawa lain menghasilkan bermacam-macam produk orgaik.
Dengan demikian, halogenalkana bermanfaat dalam laboratorium sebagai intermediet dalam pembuatan bahan-bahan kimia organik yang lain.

Pembuatan Alkohol Dalam Skala Produksi


Kata Kunci: alkohol, etanol, fermentasi, produksi etanol
Ditulis oleh Ramadhan wahyu
Halaman ini menjelaskan tentang pembuatan alkohol dalam skala produksi dengan metode hidrasi langsung alkana, dengan sebagian besar berfokus pada hidrasi etena untuk membuat etanol. Selanjutnya, metode ini dibandingkan dengan pembuatan etanol melalui proses fermentasi.
Memproduksi alkohol dari alkena
Pembuatan etanol dari etena dalam skala produksi
Etanol dibuat dalam skala produksi dengan mereaksikan etena dengan uap. Katalis yang digunakan adalah silikon dioksida padat yang dilapisi dengan asam fosfat(V). Reaksi yang terjadi dapat balik (reversibel).

Hanya 5% dari etena yang diubah menjadi etanol pada setiap kali pemasukan ke dalam reaktor. Dengan mengeluarkan etanol dari campuran kesetimbangan dan mendaur-ulang etena, maka pengubahan etena menjadi etanol secara keseluruhan dapat mencapai 95%.
Diagram alir untuk reaksi yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut:
Pembuatan alkohol-alkohol lain dari alkena dalam skala produksi
Beberapa alkohol lain (meski tidak semua) bisa dibuat dengan reaksi-reaksi yang serupa. Katalis yang digunakan dan kondisi-kondisi reaksi akan berbeda-beda dari alkohol yang satu ke alkohol yang lain. Pada pembahasan tingkat dasar ini, kondisi-kondisi yang perlu diketahui adalah kondisi-kondisi yang diberikan untuk pembuatan etanol di atas.
Alasan mengapa ada sebuah masalah yang ditemukan pada beberapa alkohol dapat ditunjukkan dalam pembuatan alkohol dari propena,CH3CH=CH2.
Pada dasarnya, ada dua alkohol berbeda yang bisa terbentuk:
Hasil yang diperoleh bisa berupa propan-1-ol atau propan-2-ol tergantung pada bagaimana molekul air diadisi ke ikatan rangkap. Akan tetapi, pada kenyataannya, hasil yang diperoleh adalah propan-2-ol.
Jika sebuah molekul H-X diadisi ke sebuah ikatan rangkap C=C, maka atom H hampir selalu terikat pada atom karbon yang memiliki paling banyak atom hidrogen terikat padanya – untuk contoh di atas atom H terikat pada CH2 bukan pada CH.
Pengaruh yang ditimbulkan oleh kecenderungan ini yakni ada beberapa alkohol yang tidak mungkin dibuat dengan cara mereaksikan alkena dengan uap karena adisi akan terjadi dengan arah yang berlawanan dari yang diperkirakan.
Membuat etanol melalui fermentasi
Metode ini hanya berlaku bagi etanol. Alkohol selain etanol tidak bisa dibuat dengan cara ini.
Proses
Bahan baku untuk proses ini sangat bervariasi, tapi biasanya adalah beberapa bentuk material tanaman yang mengandung pati (starch) seperti jagung, gandum, beras atau kentang.
Pati (Starch) merupakan sebuah karbohidrat kompleks, dan karbohidrat yang lain juga bisa digunakan – misalnya, sukrosa (gula) biasanya digunakan untuk membuat etanol. Dalam skala industri, sukrosa tidak mungkin bisa digunakan sebagai bahan baku. Penghalusan glukosa memerlukan waktu yang lama jika hanya untuk digunakan dalam fermentasi. Meski demikian tidak ada salahnya untuk menjadikan gula tebu asli sebagai bahan baku dalam proses fermentasi.
Tahap pertama dalam proses fermentasi adalah penguraian karbohidrat kompleks menjadi karbohidrat yang lebih sederhana.
Sebagai contoh, jika bahan baku yang digunakanan adalah pati dalam biji-bijian seperti gandum atau beras, maka bahan baku ini dipanaskan dengan air panas untuk mengekstrak pati dan selanjutnya dipanaskan dengan malat. Malat adalah beras berkecambah yang mengandung enzim yang dapat menguraikan pati menjadi karbohidrat yang lebih sederhana, yang disebut sebagai maltosa, C12H22O11.
Maltosa memiliki rumus molekul yang sama seperti sukrosa tetapi mengandung dua unit glukosa yang saling mengikat, sedangkan sukrosa mengandung satu unit glukosa dan satu unit fruktosa.
Ragi kemudian dimasukkan dan campuran dibiarkan hangat (sekitar 35°C) selama beberapa hari sampai fermentasi berlangsung sempurna. Udara tidak dibiarkan masuk ke dalam campuran untuk mencegah terjadinya oksidasi etanol yang dihasilkan menjadi asam etanoat (asam cuka).
Enzim-enzim dalam ragi pertama-tama mengubah karbohidrat seperti maltosa atau sukrosa menjadi karbohidrat yang lebih sederhana seperti glukosa dan fruktosa, keduanya C6H12O6, dan kemudian mengubah karbohidrat sederhana tersebut menjadi etanol dan karbon dioksida.
Perubahan ini bisa ditunjukkan sebagai persamaan-persamaan reaksi kimia sederhana, meski aspek biokimia dari reaksi-reaksi ini jauh lebih rumit.


Ragi dimatikan oleh etanol dengan konsentrasi berlebih sekiar 15%, dan ini membatasi kemurnian etanol yang bisa dihasilkan. Etanol dipisahkan dari campuran dengan metode distilasi fraksional untuk menghasilkan 96% etanol murni.
Secara teori, 4% air yang terakhir tersisa tidak bisa dihilangkan dengan metode distilasi fraksional.
Perbandingan metode fermentasi dengan hidrasi langsung etena
 FermentasiHidrasi etena
Jenis prosesProses berkelompok. Semua bahan dimasukkan ke dalam sebuah wadah dan kemudian dibiarkan sampai fermentasi selesai. Kumpulan bahan ini kemudian dikeluarkan dan sebuah reaksi baru dilangsungkan. Proses ini tidak efisien.Proses aliran kontinyu. Aliran pereaksi dilewatkan secara terus menerus diatas sebuah katalis. Cara ini lebih efisien.
Laju reaksiSangat lambat.Sangat cepat.
Kualitas produkMenghasilkan etanol yang sangat tidak murni dan memerlukan pengolahan lebih lanjutMenghasilkan etanol yang jauh lebih murni.
Kondisi-kondisi reaksiMenggunakan suhu dan tekanan udara yang sedang.Menggunakan suhu dan tekanan tinggi, sehingga memerlukan banyak input energi.
Penggunaan bahan bakuMenggunakan bahan baku yang terbaharukan dari material tanaman.Menggunakan bahan baku terbatas dari minyak mentah.

Entri Populer

twitter


ShoutMix chat widget

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More